Dok: Kaka Emma |
Mbaim sepakat. Mulailah berkirim pesan singkat ke Cikwen, Badui serta Kakak Emma. Jawabannya Iyesss!! Ternyata Nong Yuni pun libur. Horeee jadilah jumlah minimal terpenuhi. Bakalan tambah seru jika ada yang mau bergabung lagi.
Selasa pagi bertelepon dengan Pak
Arifin. Pemilik kapal yang bermarkas di
Dermaga Karangantu. Sssstttt..ini bukan dermaga para hantu yaak. Dermaga ini
merupakan dermaga yang terletak di wilayah Kasemen, Serang dan merupakan dermaga untuk pergi ke
pulau-pulau di sekitaran Banten. Harga pun cocok, sewa kapal Rp. 400.000 untuk
trip ini. Dan saya katakan bahwa akan merapat di sana sekitar pukul 08.30 bersama pasukan lengkap. Para juara Nong Banten tingkat RT
17 Agustus, pukul 07.30 pagi satu
persatu memasuki lapangan eh halaman
rumah hijau. Tapi bukan untuk upacara, melainkan sebagai tikum alias titik kumpul. Absen logistik berjalan. Mie goreng, nasi, serta aksesoris makan siang sudah siap masuk kotak.
Cikwen ahli perpudingan. Nong Banten lainnya bersiap dengan aneka cemilan.
Maklum lah, pasukan ini kelompok piranha, semua suka hahaha.
Drama pertama dimulai. Nong Banten
yang sumringah belum datang. Cindy Claudia Bella alias Bunga mulai ngantuk. Posisi
duduk tegak bergeser satu persatu. Nong Mbaim dimanakah dirimu? Semua cemas,
khawatir Mbaim terjebak harus bantu peserta upacara yang pingsan. Atau
jangan-jangan sedang bantu Pak Polisi atur kemacetan. Mbaim suka gitu
wkwkwk.
Hampir pukul sembilan, suara motor dan ketawa khasnya
terdengar sejak dari pagar. Akhirnya Mbaiim datang juga. Alhamdullilah yang kita khawatirkan tidak terjadi. Mbaim
baik-baik saja.
Bismillah, kami berangkat! Eeits tak lupa foto sebentar. Wajah belum terpapar terik matahari. Oh iya, untuk piknik kali ini kami sepakat ber-angkot ria. Untuk menambah keakraban hahaha. Kalau bawa motor kan jalannya sendiri-sendiri.
Angkot biru pun mengantar kami menuju
Karangantu. Rp.100.000 mengantar kami hingga ke dermaga. Masyaallah, jangan ada yang lupa. Satu Nong Banten setia menunggu
di halte PCI. Kaka Emma, yang terkenal dengan senyum manisnya.
“Miriiiiiip buleeeek!!” Mak Vera dan
Cindy Claudia ber-Bunga teriak kompak saat Kakak Emma masuk ke angkot. Aku
terbengong-bengong. Apa yang membuat kami mirip ya. Ah sudahlah, sepertinya
kedua temanku ini kena halusinasi. Di dalam angkot perkenalan pun dimulai.
Hai..hallo..hai...!! Bunga pun adalah teman baru bagiku. Meski sering mampir di
wall namun kami tak pernah bertemu.
Perjalanan berlanjut. Menuju Kramat
Watu, lalu berbelok ke kiri. Pak Arifin berkirim pesan dan bertelepon.
Sepertinya beliau mulai cemas, penyewa kapal tak muncul dan tak ada kabar
berita.
Rute agak berubah sedikit, karena
jalan yang biasa dilalui sedang ada pengecoran beton. Dan kami tetap
menikmatinya meski jadi berputar melewati persawahan serta kebun. Pemandangan
yang cukup membuat mata teduh karena hijaunya pematang sawah.
Angkot merapat dengan sempurna di
Karangantu. Pak Arifin sudah menunggu. Bertegur sapa lalu langsung membeli
tiket ke Pak Candra. Beliau adalah pengelola Pulau Tiga dan Pulau Empat. Di
sini, kami harus membayar 15 ribu rupiah untuk tiket masuk ke dua pulau tersebut plus
gratis saung untuk beristirahat.
Para Nong Banten pun mulai naik ke dalam kapal. Pak Syafei menjadi nahkoda kapal. Mandiri adalah kapal yang akan digunakan untuk berlayar. Cocoklah dengan para penumpangnya. Perempuan-perempuan yang masih sendiri. Upps! Pak Arifin melepas kami dengan lambaian tangan.
Tanpa ada ombak, angin pun malas untuk hadir. Laut sangat tenang. Terik matahari mulai terasa. Perjalanan berlayar sekitar 40 menit menuju Pulau Tiga. Pulau terjauh dari 3 rangkaian kepulauan. Cikwen mulai cari posisi untuk tidur, Nong Bunga membuka bekal dan langsung diserbu. Tandas dalam hitungan menit. Apem coklat gula aren. Enaaaak banget dinikmati dengan parutan kelapa.
Ahamdulliah, kapal merapat. Senaaaaang banget begitu sampai di Pulau Tiga. Celetukan sana sini ada saja yang dibuat oleh para Nong Banten ini. Lapaaar adalah yang paling utama. Hahaha. Perjalanan berlayar yang sebentar ini sudah membuat para Nong Banten hipoglikemia.
Dok: Kaka Emma |
Selesai makan siang, Nong Yuni menyodorkan potongan mangga muda. Woooow! Rasa asemnya membuat wajah Mak Vera berubah. Nong Yuni spesialisasi mengupas mangga terutama mangga dengan ukuran besar. Kebetulan mangga yang dipetik dari rumah ini ukurannya memang jumbo. Mungkin seukuran 34B eeeh...duh kok jadi bicara ukuran yak. Hmmmm, para Nong Banten memang suka begitu.
“Sudah siap?” tanyaku. Siaaappp! Kami berjalan menuju jembatan asmara. Entah mengapa namanya begitu. Mungkin yang membuat jembatan ini sedang LDR-an. Kaka Emma menjadi fotographer handal kami. Abadikan setiap momen dan sabar menerima aneka permintaan. Jarum jam bergerak lewati angka satu. Okey! Eksplore Pulau Tiga disudahi. Pemandangannya yang cantik sudah terekam dalam puluhan foto kami.
Dok : Kaka Emma |
Oh ya, kami sempat menegur sekelompok
pemuda yang meninggalkan sampah di saungnya. Daaaaan, teguran kami berhasil
membuat mereka berbalik arah, memungut mantan eh bekas air mineral serta
bungkus plastik makanannya. Mereka diam di sana, tak beranjak. Kami tertawa kecil,
berhasil membuat mereka untuk tidak tinggalkan sampah. Begitulah pemuda, sering
banget tinggalin mantan seenaknya eeh maksudku tinggalin sampah J.
Perahu bergerak tinggalkan Pulau
Tiga.
Pak Syafei beraksi. Kami pasang
posisi agar matahari yang bersinar sangat lucu ini tidak terlalu memapar kami.
Kurang lebih 15 menit-an nampak pulau yang kami tuju. Horeeee kami sampai di
Pulau Empat. Rencananya kami tak turun, tapi beberapa orang di sana melambaikan
tangan ke arah kapal kami, seakan meminta untuk merapat.
“Lhaaaa, itu teman-temanku! Teriak
Kak Emma. Kita turun...kita turun!!
Wajahnya sedikit panik dan terkejut.
Beruntunglah kami mendarat di sini. Teman-teman Kak Emma ini menjadi malaikat
penolong saat kami mulai berhalusinasi minuman dingin. Gelas sampai
berembun dan terbayang kulkas dengan segala isinya yang serba dingin.
Taraaaa!!
Mereka memberikannya. Beberapa botol minuman dingin langsung
diberikan di tangan kami. Termasuk buah semangka. Ukurannya besar banget. Mungkin
lebih dari 72B. Nong Bunga sampai mengerahkan sekuat tenaga untuk membawanya.
Teman-teman Kak Emma yang berwarga negara Korea ini seakan bisa membaca pikiran
kami. Atau mungkin wajah kami bertuliskan “haus..haus”. Super, luar biasa saat apa yang kami bayangkan tiba-tiba ada di tangan kami.
Momen yang sangat jarang ini tak lupa
untuk diabadikan. Wajah ceria terlihat dari kami saat menerima hadiah dan
mengucapkan gamsahamnida. Begitu pun mereka, tak henti-hentinya memfoto kami.
Entah apa yang menjadi daya tarik dari kami ini. Hahahah.
Suasana Pulau Empat?
Waaaah, damai.....tenang....bersih...tak ada sampah. Kami tak lama di sini karena banyak paparazi mengambil foto Kak Emma. Dan Kak Emma pun jadi sedikit gagal fokus karena tak disangka bertemu team kerjanya di sini. Para Nong Banten ini pun naik perahu lagi. Menuju Pulau Lima. Pulau ini berbeda arah dengan Tiga dan Empat. Namun lebih mendekati ke arah pulang. Semangka merah pun disantap di perahu. Nikmat tiada dua. Bayangkanlah eta terangkanlah..., di tengah laut ada semangka merah dan dingin. Luaaar biasa. Rezeki anak yang sedang berusaha solehah.
Okey, mari kita lanjutkan perjalanan
ini. Ada Apa di Pulau Lima?
Di hari ulang tahun kemerdekaan
rasanya menjadi hambar jika kami tak melakukan apa pun untuk memperingatinya.
Yess!! Kami membuat video. Koreographer nan imut mulai beraksi. Latihan
sebentar, lalu action! Penuh tawa saat
membuat video dengan durasi pendek ini. Ada saja kesalahan yang dibuat. Bendera
belum berkibar, kaki terpotong, atau ada pula yang berinovasi sendiri dengan
gerakannya. Hahahaha...,begitulah kami.
Gak pake lama, cukup 3 kali cut jadilah
video klip ala-ala yang mempesona. Tapiiii, ada lagi salahnya. Aku bersuara
dengan sangat nyaring dan terekam dengan baik di sana. Hahahah...maafkan. Maklumlah
biasa jadi pelatih senam, jadi bawaannya teriak-teriak. Para Nong Banten pun menggoyang Pulau Lima. Panasnya matahari tak goyahkan keceriaannya.
Dok : Kaka Emma |
Jarum jam bergerak hampir tinggalkan angka 5. Nong Bunga masih harus bekerja shift malam. Kami pun bergegas tinggalkan pulau. Sebelumnya abadikan momen cantik dengan siluet senja di bibir pantai. Perahu pun bergerak kembali, menuju Karangantu.
Sebelum adzan magrib kapal merapat di dermaga. Kami berjalan beriringan mencari angkot terdekat. Alhamdulillah, sampai di rumah sebelum pukul tujuh malam. Berpisah dengan teman-teman dengan membawa cerita tentang keajaiban dan keceriaan sepanjang hari itu.
Sekali dayung, tiga pulau terlampaui. Itulah kami, para pejalan yang slalu membuat cerita dalam kehidupannya. Terimakasih teman seperjalanan telah membuat semua momen menjadi indah untuk di kenang. Meski berkawan baru bukan berarti tak bisa membuat perjalanan menjadi dekat dan akrab. Karena pada akhirnya bukan lama atau sebentarnya kita saling mengenal yang membuat hati kita saling bertaut. Bukankah begitu?
Penasaran dengan perjalanan kami? Ada video hasil syuuuut model kondang kelurahan Damkar Nong Cikwen. Pasti serunya.