Jumat, 14 Agustus 2015

Tragedi Meja 22

Di meja itu,
Aku tidak pernah tahu bahwa siang itu saat jarum jam perlahan mendekati angka 2, ada sebuah kejadian yang membuatku harus menuliskannya di sini, sebagai pengingat. Entahlah sepertinya hari itu  sangat sakral sekali, kala matahari menumpahkan semua sinarnya, kala kecerahan hari Minggu sedang berada di puncaknya, kala kami usai bersuka cita mengurai tawa di tempat indah, kami tanpa kebetulan ( karena hidup aku yakini tidak ada yang kebetulan )  berkumpul di sebuah tempat makan cabang ke -2, dikota yang berkode 022, dimeja bernomor 22, di hari ke-2 bulan Agustus, setelah kami merayakan perjalanan yang ke-22, dan tentu ketika kami duduk ber dua –dua pula, maka tragedi di mulai. Yaa…., sebuah tragedi yang tertanam dibenak.

Di meja itu,
Aku merasakan sebuah gerakan dahsyat di bagian dalam organku. Pertanda, waktu makan siang sudah terlewat dan aku membatin, “bundaaa…aku lapar”. Untungnya salah seorang sobat mungilku mengerti sangat bahwa harus ada yang segera masuk ke dalam usus duabelas jariku, sebelum organ itu memberontak lebih dahsyat. Pilihan yang tepat, ketika yang menjadi idenya adalah sebuah menu segar menggugah selera. Menu berbentuk bulat, berbahan daging dengan campuran tulang rusuk dan tahu yang khas menjadi pilihan aku, dia, dan mereka. Bergegas meminta untuk disegerakan dipilihkan tulang rusuknya :D, eeeh maksudnya disegerakan menu pesanan kami, namun harapan tinggal harapan. Satu persatu kekecewaan harus aku telan dan dikunyah bersama saliva yang ada.

Di meja itu,
Pembawa pesan tulang rusuk untuk aku, dia dan mereka datang. Maaf tulang rusuk habis tak bersisa, begitu pesan singkatnya tanpa ada ekspresi. Diam sejenak, bagiku tak masalah ketika tulang rusuk tak ada, karena aku membutuhkan tulang punggung hahahahha#gagalpokus. Aku memperhatikan teman yang lain, dan semua sepakat, ambillah walau tak lengkap tanpa tulang rusuk. Demi merasakan sesuatu yang berbeda maka tak lengkap pun tak mengapa. Gerakan persitaltik dimulai lagi. Wahai penghuni, sabarlah sejenak. Aku akan persembahkan sebuah menu terbaik dan terdahsyat. Rayu aku dalam bahasa yang hanya dimengerti aku dan usus 12 jariku.

Dimeja itu,
Hmmmmmmmmmmm, inikah yang aku pesan? Tanya yang kesekian kalinya mampir lagi di benakku. Tak apa, semoga ini hanya tampilannya saja, otakku mulai melakukan perlawanan. Melihat pesanan yang lain, sepertinya tidak lebih baik, wajah-wajah penuh tanya saat satu persatu yang mereka pesan sampai dihadapan mereka. Inikah Yamin???seingatku bukan seperti ini?, inikah arti special? Pikiranku diaduk-aduk oleh apa yang aku lihat.
“Sendoknya mana?, tanya aku. Tak terjawab hingga waktu berlalu. Penantian yang tak berujung, tak berbalas. Oh sedihnya aku dibiarkan menunggu depan mangkok itu. Pertanyaan datang lagi, minumnya mana?, sudah hampir selesai minuman dingin tak jua keluar. Masa iya, aku harus menghabiskan kuahnya sebagai pengganti hausku?, ooooh apa yang terjadi, aku dibiarkan lagi menunggu tanpa jawaban yang pasti. Penantian tanpa jawaban itu sungguh tak mengenakan. Semua mulai bereaksi, tak ada balasan yang berarti. Akhirnya aku menyadari bahwa ini semua merupakan sajian istimewanya, tidak ada tempat lain yang memiliki menu ini.  Saling berpandangan dan akhirnya aku melanjutkan untuk melakukan closing terhadap transaksi yang ada. Daaaaaaaaaaaan lagi-lagi, lapisan kesabaranku dikoyak, mesin cash register tidak berfungsi, kalkulator tidak ada, dan harganya pun mereka tak hapal. Ooooooh……ada apa gerangan?, apakah ini semua petugas jadi-jadian, atau aku duduk di meja yang sakral?, lapisan sabarku terlepas kembali, Ohhh…lama nian kau menghitung ini semua. Mataku menyapu isi ruangan, pikiran ku mulai bermain. Benarkah ini tempat nyata? atau hanya tempat tanpa wujud. Petugas berseragam aku amati, kakinya bertapak ke lantai. Jeng..jeng.....aku merasakan sebuah pertanda, sepertinya aku salah berada disini. Analisaku mulai bekerja. Akhirnya selesai dan kami lanjut untuk mencari yang lain. Masih lapppeeer hiks. Aku bergegas melangkah mengikuti jejak kaki yang lain.

Di meja itu,
Yah, di meja 22 di hari ke-2, di kota 022, di perjalanan ke-22, dan di saat jarum jam menuju angka 2 ………semua terjadi. Ada cerita yang akhirnya membuat kami tertawa sepanjang perjalanan. Itulah kami, semuanya menjadi ringan dan lucu saja. Benar banget bahwa tidak penting apa yang kami santap siang itu, yang penting dan teramat penting adalah dengan siapa kita berada saat itu. Jika bukan dengan pasukan “KP” alias pasukan KurangPikniK mungkin ceritanya akan berbeda. Dengan KP semuanya menjadi istimewa, jika tidak cerita meja 22 mungkin perjalanan menjelang sore itu menjadi tidak istimewa. Hambar dan tidak enaknya sajian siang itu tidak menjadikan pertemuan kami menjadi hambar. Obrolan aku  menjadi lebih penuh warna dan intrik plus aksesoris. Usus 12 jari pun seakan mengerti, berdiam sejenak untuk akhirnya beraksi kembali di ujung malam. Kue cubit menjadi obat malam itu. Rasa original membuat jadi full rasa. Rasa sabar, rasa lapar, rasa senang, rasa ingin untuk makan lagi dan rasa ingin memiliki kamu, uuppps hahahahah

Di meja itu,
Sampai hari ini kisah itu masih ada di lapiasan benak aku, menurut data yang masuk dari Badan Statistik Pasukan KP, kami salah meja. Sajian istimewa hanya ada di meja 12 bukan 22 ;D. dan seharusnya jangan jam 2 kesana, tapi jam 12 pula, dan kami harusnya bukan di cabang yang ke-2. …………dan yang lebih utama adalah kesalahan kami semua adalah memesan tulang rusuk, secara ada teman kami yang sudah punya tulang rusuk di rumahnya, dan dia coba-coba pesan tulang rusuk lagi, jelas banget ini melanggar hak- hak pertulangan. Pastilah pesanan tak dikabulkan. Jika dia sempat mencicipi tulang rusuk yang lain, terbayang deh marahnya tulang rusuk yang ada di rumah. Dan teman yang lain juga nekat pesan tulang rusuk padahal belum mandi, waaaah…tulang rusuknya kabur deh gak mau dekat-dekat. Pesan tulang rusuk kok coba-coba, mesti khusyu lah bro hahahah.  Satu kealpaan lagi adalah saya juga ikut pesan tulang rusuk, jelas sudah pasti tak akan diberi, karena seharusnya saya pesan tulang punggung.
Hahahaha…..itu analisa yang penting banget dari kejadian meja 22.  Menjadi sebuah kisah antara aku, kamu dan dia.

Di meja itu......................................inilah yang harusnya kami dapatkan :D.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar