Tertarik dengan judul artikel tersebut, saya
melanjutkan membaca tulisan seorang Elizabeth Pisani; pemerhati, epidemiologis, dan mantan jurnalis yang begitu
prihatin dengan hasil survey
Programmme for International Student Assessment
(PISA) pada tahun 2012 yang dirilis diawal Desember 2013 lalu. Berdasarkan data
PISA Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari 65 negara, dalam pemetaan
kemampuan matematika, membaca dan sains. Kemampuan matematika siswa-siswi di
Indonesia menduduki peringkat bawah dengan skor 375. Di bidang kemampuan
membaca, Indonesia mendapatkan skor 396 dan kemampuan sains mendapatkan skor
382. Ini semua ada pada level bawah. Menyedihkan sangat. Begitu bodohnya kah
kita?
Add caption |
Dia
tidak berpikir bahwa anak-anak Indonesia bodoh, ketika tulisan dalam blognya
diserang oleh ratusan komentar. Namun, dia merasa anak-anak Indonesia sangat
dirugikan oleh sebuah sistem pendidikan yang terjadi disini. Menarik sekali.
Sistem pendidikan kita seperti apakah, hingga membuat bodoh anak-anak
Indonesia. Ratusan komentar bernada tidak terima, namun banyak juga yang
mengamini bahwa memang sistem pendidikan di negeri kita sudah sangat amburadul.
Mari jernihkan hati sebentar dan baca ulang apa yang ia tulis. Saya rasa tidak
ada yang salah, dia sedang mengemukakan pendapatnya dan jika dicermati memang
demikianlah yang terjadi. Ada beberapa yang menonjol hingga menjadi juara Sains
dll ditingkat dunia namun tentu menjadi sangat sedikit jika kita
membandingkannya dengan jutaan anak Indonesia. Saya bukanlah seorang pengajar
sehingga tidak tahu persis yang terjadi dalam sistem pendidikan kita, dan saya
juga belum memiliki putra-putri dimana saya berkonsentrasi penuh terhadap
pendidikannya, yang saya tahu keponakan2 yang masih di pendidikan dasar saat
berangkat sekolah tasnya penuh dengan buku terkadang dia sendiri tak kuat
menahan beban tas dipunggungnya yang masih sangat kecil. Miris memperhatikan ini semua. Cinta saya
terhadap dunia pendidikan dan anak-anak membuat saya selalu menyempatkan diri
untuk terus belajar mengetahui lebih banyak tentang hal ini. Berbicara tentang
dunia pendidikan maka tak akan terlepas dari sebuah profesi mulia. Sebuah
profesi yang membuat manusia lain menjadi lebih bermanfaat. Mengorbankan
dirinya memilih sebuah profesi yang sangat besar tanggung jawabnya, karena
bukan hanya sekedar mengajar namun mendidik. Ditengah maraknya oknum berprofesi
guru (tidak semua guru) yang menjadikan pendidikan dan anak-anak ladang bisnis
mereka dengan LKSnya, dengan baju seragam dan lain-lain saya yakin dan percaya
masih banyak guru yang tetap memegang amanahnya. Jadi saya tak akan menyudutkan
dan berbicara banyak tentang sebuah profesi dari hasil survey diatas. Tidak
cukup dengan itu sebuah data lain yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan
anak Indonesia adalah data UNESCO yang pada tahun 2012 mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001.
Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca..
Padahal kita semua tahu, membaca adalah kunci dari banyak hal, membaca adalah
kunci dari ilmu pengetahuan.
Bagaimana kita bisa mencapai indeks baca 0.45-0.62 seperti rata-rata di negara
lain dan tidak lagi menjadi urutan ketiga dari bawah di dunia. Budaya membaca
termasuk hal yang sulit diajarkan. Saat ini membaca pasti dilakukan oleh
sebagian besar anak Indonesia namun bukan membaca yang sesungguhnya, karena
yang dibaca adalah status serta komen di media socialJ
Setelah membaca artikel-artikel terkait dengan
ini semua, maka kepala saya jadi pening hehe. Tidak mudah mengubah ini semua.
Berbicara sistem pendidikan sepertinya harus bersuara di Gedung DPR agar
didengar, bicara tentang guru juga bukan pada tempatnya jika kesalahan ini kita
tumpahkan kepadanya. Hmmm…orang tua dan
rumah mungkin bisa menjadi solusi terbaik saat ini. Tidak lagi menyerahkan
anak-anak kepada guru walaupun guru memiliki andil besar disitu, mendidiknya
dari rumah dengan keteladanan. Mengajarkan anak akan kejujuran. Ini sebuah
perintah bukan pilihan. Mengajarkan anak akan kesederhanaan, berpikir kritis,
menguasai teknologi dan kreatif. Percayalah setiap anak punya bakat
masing-masing untuk menghadapi masa depan. Teringat taglinenya Ayah Eddy bahwa
Indonesia kuat diawali dari rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar