Minggu, 30 Maret 2014

Indonesian Kids Don't Know How Stupid They Are (Elizabeth Pisani)

Tertarik dengan judul artikel tersebut, saya melanjutkan membaca tulisan seorang Elizabeth Pisani; pemerhati, epidemiologis, dan mantan jurnalis yang begitu prihatin dengan hasil survey
Programmme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 yang dirilis diawal Desember 2013 lalu. Berdasarkan data PISA Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari 65 negara, dalam pemetaan kemampuan matematika, membaca dan sains. Kemampuan matematika siswa-siswi di Indonesia menduduki peringkat bawah dengan skor 375. Di bidang kemampuan membaca, Indonesia mendapatkan skor 396 dan kemampuan sains mendapatkan skor 382. Ini semua ada pada level bawah. Menyedihkan sangat. Begitu bodohnya kah kita?
Add caption
Dia tidak berpikir bahwa anak-anak Indonesia bodoh, ketika tulisan dalam blognya diserang oleh ratusan komentar. Namun, dia merasa anak-anak Indonesia sangat dirugikan oleh sebuah sistem pendidikan yang terjadi disini. Menarik sekali. Sistem pendidikan kita seperti apakah, hingga membuat bodoh anak-anak Indonesia. Ratusan komentar bernada tidak terima, namun banyak juga yang mengamini bahwa memang sistem pendidikan di negeri kita sudah sangat amburadul. Mari jernihkan hati sebentar dan baca ulang apa yang ia tulis. Saya rasa tidak ada yang salah, dia sedang mengemukakan pendapatnya dan jika dicermati memang demikianlah yang terjadi. Ada beberapa yang menonjol hingga menjadi juara Sains dll ditingkat dunia namun tentu menjadi sangat sedikit jika kita membandingkannya dengan jutaan anak Indonesia. Saya bukanlah seorang pengajar sehingga tidak tahu persis yang terjadi dalam sistem pendidikan kita, dan saya juga belum memiliki putra-putri dimana saya berkonsentrasi penuh terhadap pendidikannya, yang saya tahu keponakan2 yang masih di pendidikan dasar saat berangkat sekolah tasnya penuh dengan buku terkadang dia sendiri tak kuat menahan beban tas dipunggungnya yang masih sangat kecil.  Miris memperhatikan ini semua. Cinta saya terhadap dunia pendidikan dan anak-anak membuat saya selalu menyempatkan diri untuk terus belajar mengetahui lebih banyak tentang hal ini. Berbicara tentang dunia pendidikan maka tak akan terlepas dari sebuah profesi mulia. Sebuah profesi yang membuat manusia lain menjadi lebih bermanfaat. Mengorbankan dirinya memilih sebuah profesi yang sangat besar tanggung jawabnya, karena bukan hanya sekedar mengajar namun mendidik. Ditengah maraknya oknum berprofesi guru (tidak semua guru) yang menjadikan pendidikan dan anak-anak ladang bisnis mereka dengan LKSnya, dengan baju seragam dan lain-lain saya yakin dan percaya masih banyak guru yang tetap memegang amanahnya. Jadi saya tak akan menyudutkan dan berbicara banyak tentang sebuah profesi dari hasil survey diatas. Tidak cukup dengan itu sebuah data lain yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan anak Indonesia adalah data UNESCO yang pada tahun 2012 mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca.. Padahal kita semua tahu, membaca adalah kunci dari banyak hal, membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan. Bagaimana kita bisa mencapai indeks baca 0.45-0.62 seperti rata-rata di negara lain dan tidak lagi menjadi urutan ketiga dari bawah di dunia. Budaya membaca termasuk hal yang sulit diajarkan. Saat ini membaca pasti dilakukan oleh sebagian besar anak Indonesia namun bukan membaca yang sesungguhnya, karena yang dibaca adalah status serta komen di media socialJ
Setelah membaca artikel-artikel terkait dengan ini semua, maka kepala saya jadi pening hehe. Tidak mudah mengubah ini semua. Berbicara sistem pendidikan sepertinya harus bersuara di Gedung DPR agar didengar, bicara tentang guru juga bukan pada tempatnya jika kesalahan ini kita tumpahkan kepadanya.  Hmmm…orang tua dan rumah mungkin bisa menjadi solusi terbaik saat ini. Tidak lagi menyerahkan anak-anak kepada guru walaupun guru memiliki andil besar disitu, mendidiknya dari rumah dengan keteladanan. Mengajarkan anak akan kejujuran. Ini sebuah perintah bukan pilihan. Mengajarkan anak akan kesederhanaan, berpikir kritis, menguasai teknologi dan kreatif. Percayalah setiap anak punya bakat masing-masing untuk menghadapi masa depan. Teringat taglinenya Ayah Eddy bahwa Indonesia kuat diawali dari rumah.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar