Tak ada cuaca yang buruk, yang ada adalah cuaca yang cepat berubah. Aku lupa rangkaian huruf tersebut aku baca di buku yang mana, namun dengan kejadian pagi hingga malam tadi kalimat tersebut kembali melintas di benakku. Pagi saat matahari belum seutuhnya menampakkan diri aku meninggalkan rumah. Angin pagi berhembus pelan, ku tahan dengan jaket bermotif batik agar dinginnya tak menembus ke dalam tulang. Memacu sepeda motor dengan kecepatan rendah menuju terminal. Cuaca cerah ternyata menemani hariku. Terbangun mendengar teriakan kondektur bis..,”Kebon Jeruk..Jeruk..Jeruk.. hmm…satu jam lebih aku tanpa sadar telah melanjutkan tidur dalam bis ini. Sinar matahari terhalang kaca jendela namun tetap membuat tidurku tak lagi enak untuk dilanjutkan. Tak lama bis melaju gerimis mulai turun. Pancoran hujan, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana pagi di tempat ini. Kampus cerah, terang benderang, awan biru, tak ada tanda sama sekali disebelah sana telah turun hujan deras. Semuanya cepat sekali berubah. Pun sama saat sore menjelang. Bergegas mengejar bis karena hujan mulai turun, ternyata awan tak menurunkan airnya di jalan tol…yaa..cuaca begitu cepat berubah..hujan, lalu cerah kemudian hujan dan cerah kembali.
Tak ada cuaca yang buruk, yang ada adalah cuaca yang cepat berubah. Menikmati malam minggu dengan sepeda motor, sesekali membunyikan klakson dengan sengaja ketika melewati pasangan yang beriringan, berpegangan tangan. Tersenyum ketika mereka terkaget-kaget dengan tingkah isengku. Malam minggu memang memiliki pemandangan yang berbeda. Hampir sampai rumah, teringat janji seorang teman di tempat kerjaku. Maka kulanjutkan kembali perjalanan ini. Sebentar saja, dan tiba-tiba cuaca indah berubah menjadi hujan deras tak kepalang, sangat. Tertegun tak bergerak. Menepi menghindari derasnya air, dalam hitungan menit rinainya menghilang, belum sempat merapikan jas hujan yang baru saja aku kenakan, tiba-tiba hujan turun lagi deras sangat. Kali ini sedikit lebih lama, lalu seperti sebelumnya seakan-akan patuh menerima perintah dari Sang Maha, tetes airnya menghilang berhenti tak turun lagi. Tanpa berangsur-angsur namun benar- benar berhenti. Memacu sepeda motor menikmati dinginnya malam dan bulir bening di pipi yang jatuh terbawa suasana betapa Engkau Sang Maha telah membuat malam ini membuat saya berpikir tak ada yang sulit bagi-Mu. Akulah yang membuatnya rumit. Mendatangkan dengan deras lalu menghentikannya berganti dengan bintang. Cepat sekali berubah dan itu mudah bagi-Mu.
Tak ada cuaca yang buruk, yang ada adalah cuaca yang cepat berubah. Mungkin itu pula kalimat yang tepat untuk menggambarkan dengan urusan perasaan, terkadang cerah namun tiba-tiba berubah menjadi hujan disertai petir. Aku yang akan membuatnya rumit atau kulepaskan agar semuanya menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar