Sabtu 03 Januari 2015, Setengah
delapan pagi,
Berendam di Teluk Hijau |
"Selamat pagi mas Anner", sapaku saat
dia mulai membantu merapikan ransel-ransel kami di bagian belakang mobil. 'Pagiii……gimana istirahatnya??" Nyenyaaak
pake banget, "balas aku. Selesai packing, kami mulai ambil posisi untuk
memulai perjalanan ke Teluk Hijau alias Green Bay di Taman Nasional Meru betiri.
Posisi masih seperti semula, ada mas Rully sang pilot lalu Ibeth dan Bang
Anton. Baris kedua Kak Ellen dan Mas Aang ditemani Mas Anner. Baris Ketiga mbak
Puji, Mak’e. Jeng Annay bersama Kak Dolly dan Bang Zul di baris ke-4. Dan saya
membentuk tim trio kwek-kwek bersama mba Rini dan Trias dibagian belakang plus
ransel-ransel diujung kursi. Bismillah, mobil melaju meninggalkan penginapan.
Hari masih pagi, kami menyusuri jalanan Banyuwangi. Berbelok sebentar menjemput
mas Gilang dan persiapan makan siang. Hari ini Deva absen karena mengantar tamu
yang lain. Ambil posisi disamping mak’e dan mas Rully tancap gas. Green Bay
terletak di desa Sarongan, di Selatan Banyuwangi. Berapa lama nih kita sampai?
2 jam lebih sahut Mas Anner.
Keluar dari Kota Banyuwangi, kami terjebak macet,
sempat tidak bergerak di tugu ( lupa namanya). Arak-arakan Kembang Endhog
dengan hiasan warna warni berkumpul di sekitar tugu ini, dan ini benar-benar
menghibur. Bang Anton langsung turun seakan tak ingin melewatkan momen budaya
ini dalam jepretan kameranya, lalu bang Zul pun ikut mengambil beberapa gambar.
Hari ini bertepatan dengan maulid nabi Muhamad SAW, dan bersyukur sekali saya
dapat menyaksikan sebuah budaya di Negri Blambangan. Hampir sama dengan kebiasaan di tempat
tinggal saya, ada arak-arakan telur dan hiasan bunga mawar dari kertas hias,
saya menyebutnya pawai Mauludan. Disini disebut Arak-arakan Kembang Endhog.
Ramai kami bersorak Saat melintas endhog dengan hiasan ungu, kita langsung teriak….Jeng Annay…itu
telurmu :D
Arak-arakan Kembang Endhog |
akhirrrnya ikut panen buah naga |
Mas Rully ngegas lagi, pemandangan
berupa kebun buah naga mulai banyak dijumpai, ternyata Banyuwangi sentra buah
naga. Dan saya termasuk orang yang baru pertama kali melihat tanaman ini
lengkap dengan bunga dan buahnya. Sungguh ..sungguh indah. Keinginan berfoto
ditunda karena kata mas Anner, besok akan jumpa dengan yang lebih luas kebunnya.
Banyak penunjuk arah menuju pantai Merah, namun kami berbelok, kami akan ke
Green Bay terlebih dahulu. Persimpangan Pancer lalu mulai memasuki kawasan
hutan jati milik PTPN, selalu berteriak wow saat melihat pohon berjejer rapi.
Nah…decak kagum tak berhenti karena kita memasuki wilayah kebun karet, sengon
dan cacao yang sangat luas. Sepanjang tepi jalan tanaman berpucuk merah
berjejer dengan sangat rapi. Ini adalah perkebunan Sungai Lembu, namanya unik
jadi saya mengingatnya. Jalannya lumayan berkelok, mas Rully lupa dibelakang
ada barisan ransel jadi mba Rini sempat tertimpa ransel saat kelok kanan kiri
hahaha. Mas….Ingat dibelakang.., seru kami! Pucuk-pucuk merah ini terus
menemani perjalanan di kebun karet, menambah indah. Pingin take a pict namun mobil
harus terus melaju karena sudah mulai siang. Di dalam mobil, kami berceloteh
segala hal, jeng Annay yang batrenya masih penuh, berkicau tak henti hahaha,
membuat mobil tak sepi dari tawa. Mas Anner, Mas Gilang pun sampai tak punya
kesempatan bicara karena sudah rame oleh canda kita. Akhirnya pintu masuk Taman Nasional Meru
Betiri terlihat. Urus tiket lalu kami ngegas lagi. Tiba di pantai
Rajegwesi namun ini belum sampai
ditujuan, bergegas turun karena beberapa sudah ingin ke toilet. Melihat jam,
sudah lewat dhuhur, dan Tim Kemunir mempersilahkan untuk istirahat sebentar,
sholat lalu makan siang berupa nasi kotak. Awan gelap, namun kami berharap
tidak turun hujan. Fasilitas toilet yang minim serta antrian yang panjang
membuat kami cepat-cepat berkemas. Sholat dijama ke ashar, lalu memesan kelapa
muda sambil menikmati makan siang. Tandas makan siang, masuk kembali ke mobil
untuk mencari lokasi parkir yang lebih dekat.
Jam satu siang, persiapan menuju
Teluk Hijau
Ada dua cara mencapai Teluk Hijau,
bisa melewati jalan darat dengan tracking kurang lebih satu jam, atau melewati
jalur laut dengan bersampan ditengah pantai selatan kurang lebih 20 menitan. Kami memilih jalur darat, berjalan
pelan sambil menikmati pemandangan kiri kanan. Pesona hijau yang disuguhkan
membuat mata menjadi segaaaar, ceraah…..awan gelap bergerak menghilang,
gerimispun berhenti. Ternyata jalan yang
kita susuri ini lumayan mendaki dan licin. Tali tambang besar sebagai pegangan
ada disisi kiri dan kanan. Melewati lembah yang dari ketinggiannya kita dapat
melihat teluk yang akan kita tuju. Berpegangan tangan, berjalan pelan, hati-hati dan harus sabar karena bergantian dari arah berlawanan pengunjung
yang pulang melewati jalur ini pula. Tiba-tiba Zul menghilang, katanya mau
ambil jalur baru, Rini berjalan sendiri. Tapiiiii tenyata jalur baru yang
dimaksud adalah bersembunyi karena kandung kemih plus rectumnya udah gak bisa
diajak kompromi, minta jatah dikeluarkan hahahaha. Hanya 1 km namun karena
medannya lumayan berat kita cukup lama berjalan.
treking ke Teluk Hijau |
jalannya licin namun ada tambang pengaman |
siaaaap trekking dan cari jalur baru |
Pantai Batu |
Teluk Hijau....................Green Bay |
Daaaaan….akhirnya kami
menjumpai pantai. Namun pantai ini unik, tidak berpasir melainkan berbatu
hingga bibir pantai. Kata Mas Anner, pantai ini menjadi penuh batu setelah
kejadian Tsunami 1994, kemungkinan baru dari dasar laut mendarat dipantai ini.
Subhanallah. Beristirahat sejenak, ambil posisi berpoto sambil menunggu teman
lain. Dimanakah teluk hijau??...masih harus berjalan menyusuri pantai ini 400
meteran, dibalik batu karang nan besar,
Nyampeeee Teluk Hijau |
Waaah kami belum bermain dengan pasir putihnya. Kita harus pulang, karena mengejar sunset di pulau merah. Yaaaah…kami belum puas, masih terasa susahnya perjalanan kami. Untuk perjalanan pulang, kami memilih jalur laut walaupun setengah takut, tapi mas Gilang bilang….aman, ombaknya gak besar,padahaaalllll…………….
Dua Puluh Menit
Yang Menegangkan
Dengan 2 Perahu kecil berkapasitas @
6 orang, kami naik di perahu. Team 1 dengan porsi berat
uppps, kak Dolly, Mbak
Puji, Trias, Zul, Anna dan mas Gilang siap di perahu pertama, lalu saya, Ibeth,
Bang Anton, Mas Aang, Rini dan kak Ellen bersiap di perahu kedua. Heeeyy..mana
Mas Anner??..........waaaah ternyata dia melarikan diri bersama Mak’e, pulang
pake trekking lagi gak mau naik perahu. Mas Anner memberikan kita waktu dimainkan
ombak pantai Selatan…curaaaang hahahaha. Bismillah, pucat sudah wajah saya
begitu perahu meninggalkan garis pantai. Tanpa pelampung, tanpa pengaman,
perahu kayu mulai bermain dengan ombak. Allahuuuu akbar…maka saya dan Ibeth
bersahut-sahutan takbir. Doa apapun terlontar, Asma Allah tak henti diucap,
melihat ombak tinggi mengalun, mengangkat perahu kita pelan, Subhanallah,
pikiran buruk mulai masuk….bagaimana jika ombak ini menggulung kami. Takbir
terucap kembali, Ibeth memegang erat kaos saya, dan saya pada akhirnya
memejamkan mata alias merem saat ombak datang lagi.
perahu menegangkan |
senyum sebelum digoyang ombak |
Ya Allah….manaaaa bibir
pantaaai…sejauh mata memandang hanya lautan lepas. Saya tak bisa tengok kiri
kanan lagi, padahal katanya tebing-tebing indah banget. Yang saya cari
adalah….manaaa bibir pantai..hiks. Bang Anton sempat kesal dan meminta 2 ababil
penumpang gelap kami tertawa senang dimainkan ombak untuk berdoa. Mungkin mereka terbiasa.
Rini, Kak Ellen dan Mas Aang basah disiram ombak. Alhamdlh akhirnyaaaaa mataku
menangkap bibir pantai dengan perahu-perahu bersandar. Selamat…dan bahagiaaaa
bangeeet. Kami memang aneh, senang berpetualang, namun juga takut saat
berhadapan dengan samudra lepas. Berbilas disumur dekat parkiran, kami
tertawaaaaaa sambil mengingat dua puluh menit yang baru saja berlalu. Di perahu
pertama, Anna bercerita kalo Mas Gilang menyarankan melihat pemandangannya saja
biar gak takut, padahal semuanya takut dan merem hahahahah. Sambil makan bakso
kami menunggu Mas Rully datang. Tak berapa lama mobil datang,berpopok plastik merah kami duduk di jok mobil .
Pantai dan Pulau Merah
Mobil dipacu kencang mengejar sunset
di Pulau Merah, Tumpukan tas ransel dibagian belakang mulai berantakan
susunannya, gerimis turun. Semoga kami masih bisa menjumpai sunset disana.
Angin kencang menyambut kami saat sampai, mas rully memarkir mobilnya namun diurungkan karena
angin cukup besar, disertai hujan. Gak jadi turun, mobil putar balik menuju
homestay yang tidak jauh dari pantai. Team Kemunir membagi kami menjadi 2
homestay, semua yang berpasangan dijadikan satu plus Zul dan Mak’e, sedangkan
kaum single berkumpul disatu homestay. Fasilitasnya bersih, tempat tidur
nyaman, serta ruang tivi yang luas. Acara mandi, bersih-bersih dimulai. Mas
Anner mengingatkan bahwa nanti setelah selesai makan malam bersama di tempat
yang dekat dengan pantai.
ikan bakar pantai merah untuk santap malam |
Mandi dan membersihkan diri dari
pasir, hujan berhenti, begitu pula angin. Kami keluar bersama untuk makan
malam. Waaah…Tim Kemunir menyediakan ikan bakar di warung makan lesehan dekat
pantai, tak jauh dari sana ada bangunan pura, sayang karena gelap saya tak bisa
ambil gambarnya. Makanan Tersaji dan cepat tandas. Ikan bakar, cumi, serta
lalaban singgah sebentar dipiring selanjutnya sudah bermukim di perut. Habis
mandi, cuaca dingin, dan lelah serta sport jantung dari Green Bay membuat lapar
semakin lapar hahaha. Team ancur masuk lagi ke homestay karena gerimis lagi,
tapi kami gak langsung tidur. Selonjoran sambil bercerita seputar perjalanan
serta lebih mengenal satu persatu. Kami benar-benar menjadi teman baru di trip
ini karena sebelumnya kami tidak saling mengenal. Maka malam itu kami dibuat
terpingkal-pingkal oleh ulah kak Dolly, mengurai cerita tentang Raymond, kucing
ganteng yang banyak disenangi kucing tetangga namun menjadi anak durhaka karena emaknya belum laku, tentang tanamannya yang mati
semua dan itu tanaman langka berjumlah 70an, hanya 4 yang selamat yaitu bayam, dan sejenisnya, tentang keberangkatannya yang
bermodal nekat dan salah bawa kostum karena dia pikir kita akan lama di gunung
:D, dan tentu saja semakin tergelak karena logat bahasanya yang mengalun indah khas Batam.
Aku ikut terkocok perutnya sembari tangan sibuk memijat Jeng Anna. Malam itu
sebuah potensi besar dalam diriku terpaksa aku keluarkan karena teman-teman
kakinya kram dan lelah. Aku menjadi pemijat dan malam itu pasienku 3 orang.
Setelah Anna, lalu mba Puji dan Trias. Giliran kak Dolly minta diinjak-injak,
aku menyerah….lanjut oleh mbak Puji, maka malam itu homestay menjadi malpraktek
pijat dan penyiksaan menginjak-injak korban :D
Anna tertidur pulas didepan ruang
tivi selesai di pijat, Trias mulai merapikan kamar, semua masuk kamar, sudah
hampir jam 11 malam, besok adalah hari terakhir trip kami di banyuwangi…….ooohh
kami betah nih gak pingin pulang.
Minggu, 04 Januari 2015
Pagiiiiii…………dipantai merah, angin
lembut serta awan sedikit mendung tak mengurungkan kami untuk merasakan pagi di
pantai Merah. Sebenarnya pemandangan yang dahsyat dari Pantai-Pulau Merah
adalah saat sunset, namun pagi ternyata tak kalah indah hanya saja kami tak
melihat saat pulau itu disiram cahaya matahari maksimal dan terlihat merah.
Icon pantai merah ini adalah bukit yang tak jauh dari pantai yang bisa kita
kunjungi jika air pantai surut karena dekat dengan melewati batu-batu. Pagi ini
ombak tinggi 3-4 meter dan kami hanya berfoto-foto dipinggir pantai tanpa ke
pulaunya. Sepanjang pantai dihiasi paying-payung merah, karena masih pagi
payung belum dibuka. Eeeeeh..akuuu menemukan ikan kecil, ternyata katanya kalau
kita menyusuri pantai ada tempat pelelangan ikan. Hujaaaan…semua bergerak
menepi, tapi kami masih disana. Kak Dolly dan Rini berfoto dibendera merah.
Awan pergi matahari muncul dan ternyata wwwoooooow banget, bukit-bukit kecil
memang berbeda warna saat disinari matahari. Masih pingin mengabadikan namun
mas Anner sudah mengingatkan bahwa kami sudah ditunggu untuk sarapan pagi
samping Pos, dan sudah harus packing. Destinasi terakhir sudah menanti Alas
Purwo dan G-land.
Pantai Merah di pagi hari |
haiiiii.............aku menemukan ikan |
Sarapan pagi kali ini nasi pecel plus
atributnya. Berada di Pantai Merah serasa berada di Bali. Bahasa Jawa yang
digunakan sepertinya berbeda, dan memang benar sebagian besar penduduknya adalah
campuran dari Osing, Madura dan Bali. Di daerah ini pula katanya terdapat
penambangan emas. Berkemas kembali, ransel-ransel dirapikan mas Anner serta Rully agar
tidak berjatuhan saat mobil melaju kencang. Trio Kwek-kwek masih di frekuensi
yang sama. Selamat tinggal Pantai Merah, walau kami belum menjumpai kilau emas
cahaya mentari saat senja, namun pagi tadi sudah cukup mengobati.
Alas Purwo, G-land
Alhamdlah menuju destinasi terakhir cuaca
terus bersahabat, meski katanya di kota lain diguyur hujan berhari-hari, selama
kami melakukan perjalanan hingga pagi ini semuanya berjalan lancar, sesuai
harapan. Pemandangan menghijau, kami melewati berbagai perkebunan, dari jati,
karet, lalu jeruk, buah naga, kacang panjang, dan tanaman lain. Segaaaaaar.
Banyak teman bertanya, mengapa Alas Purwo menjadi destinasi kami, bahkan ada
yang mengingatkan tentang seram dan angkernya hutan Alas Purwo. Mungkin mereka
banyak yang belum tau ada surga tersembunyi di Ujung Taman Nasional Alas Purwo
ini. Suasana riang didalam mobil, ditambah dengan canda dan tebak lagu dari
playlist mas Rully yang genrenya bikin kita berkerut-kerut hahahaha. Apapun
yang terjadi kami menikmatinya dengan sukacita. Rini tertidur, diikuti trias
dan aku, begitulah kami. Menyanyi bersama, kalau capek langsung tidur, begitu
bangun makan keripik, lalu nyanyi lagi hahhaha. Bang Antooooon, ini bagus
bangeet foto yuuuuk….ajak kita saat melewati pohon-pohon kering di Alas Purwo,
dan tentu saja mobil langsung berhenti.
Kamera beraksi, indah menggoda melihat
pohon kering menjulang ditengah hijaunya hutan. Ayoo masuk mobil lagi,
perjalanan masih jauh seru Tim Kemunir. Ambil beberapa pict lalu lanjut lagi.
Eeeeh ada tukang daging pentol ayam.
Anna dan Rini berseruuuuu..ayooo tunggu kita di sana hahaha (dan kita tidak tau
ternyata masih jauh masuk hutannya). Penunjuk Arah Ngagelan tempat penangkaran
penyu kami lewati karena menurut mas Anner tukiknya sedikit, jadi dilewati
saja. Terus melaju, sinar matahari tertutup rimbunnya daun. Kami akhirnya
sampai di Pancur, pantai yang merupakan starting point menuju G-land atau
Plengkung.
Mencari toilet itu pasti menjadi tujuan pertama, dan sayaaaang
banget tempat ini lagi-lagi tidak
dilengkapi dengan fasilitas yang bersih. Air
kotor serta tempat yang gelap membuat saya sedikit takut hihihi, lalu saya
bersama teman menuju mushola yang lumayan besar namun sayang pula, tempat ini
kotor dan berdebu. Oyaaa…….kami bertemu dengan pentol ayam dan langsung semua
beli, lumayan buat obat laper. Saya membeli 3 bungkus kacang rebus serta 1
bungkus melinjo rebus. Ternyata kami harus berganti mobil, menggunakan mobil
khusus karena medannya berbeda, dan tidak diperkenankan jalan kaki. Satwa Liar
masih banyak disini, banteng jawa, babi hutan, anjing hutan masih berkeliaran.
mushola di Pancur |
pasir G-land |
Saya duduk dibelakang bersama Mas Anner dan Anna, dan surprise…………….kamiiii
dibuat takjub saat mobil mulai masuk hutan…….ribuan kupu-kupu berwarna putih
dan orange menyambut kami, subhanallah…..seperti dinegri dongeng….meliuk-liuk
terbang diseputar mobil kami. Indaaaaaah sangat. Kami tidak pernah membayangkan
berjumpa dengan ribuan kupu-kupu ini. Ternyata saat musim pancaroba atau
seperti bulan januari saat ini kupu-kupu banyak sekali. Allah Maha Indah.
Sampai di G-land, kagum kami benar-benar
tak henti.
love is love |
indahnya G-land |
Rusa di bibir pantai |
Ini tempat indah sekali, udara sejuk walau berada di pantai, rusa
berkeliaran di pinggir pantai, hening dan membuat saya dan teman-teman seperti
di pulau sendiri, sepiiiiiiiiiii memandang pantai nan indah serta jernih hingga
dapat melihat isinya seperti rumput laut, karang dsb. Dan dibuat terpana ketika
kami menginjakan kaki, pasir merica/gotri dengan warna-warni menjadi pasir
pantai.
Berjalan menyusuri pantai hingga ke tempat
surfing dan karang-karang yang kece banget. Aneka pose diambil, semua sudut
menjadi tempat untuk diabadikan. Sayang kami memang tidak berbasah ria disini,
karena stok baju sudah menipis, esok masih bermalam di kereta. Rasanya pingin
berguling-guling dipasir nan elok ini,amazing….,tapi kita harus segera pulang,
Sadengan belum kita kunjungi, tempat berkumpulnya banteng jawa. Saat berjalan
kaki menuju pos tak disangka kami bertemu dengan babi hutan. Ini kali pertama
saya melihatnya , besar dan berwarna gelap, bikin kita berlari. Saat menunggu
mobil menjemput, saya dan kak Dolly mengambil sedikit pasir untuk kami bawa
pulang hehe, dan sudah diacece mas Anner.
Karang nan indah |
Sampai di Pancur, santapan siang
sudah tersediaa. Es jeruk terasa segar, santap siang nan nikmat lagi-lagi bikin
semuanya menambah nafsu makan. Heraan selama di banyuwangi apapun yang
disajikan disantap habis. Piranha semua rupanya kita ini hahaha.
Sadengan, tempat pengamatan satwa liar (banteng jawa dll) |
Menuju pulang kami melewati Sadengan,
padang rumput savanna dengan luas 80 hektar. Kami melihat sekawanan banteng
jawa, serta burung merak di padang savana ini. Baru tau juga ternyata banteng
jantan dan betina warnanya beda hehe. Jantan berwarna hitam dan yang coklat
adalah banteng betina. Disini ada tempat pengamatan satwa liar tersebut. Sajauh
mata memandang hamparan padang rumput nan menghijau. Ayooo angkat tangannya,
lihat sini!! Teriak bang Anton kasih aba-aba, siap..kami merapat dan jepretan berkali-kali
mengambil gaya kami. Lanjut dengan berfoto depan mobil yang selama 3 hari ini
setia menemani. Bersiap pulang. Waah….rasanya tidak percaya jika trip ini
berakhir sore ini, belum siap balik ke dunia nyata hiks hiks!.......Jadwal
kreta kami Mutiara Malam jam 22.00, kami harus santap malam supaya tidak
terulang kelaparan di kereta. Dan tanpa diduga setelah berhenti di pusat
oleh-oleh Pelangi, Tim Kemunir mengajak kami makan rujak soto di warung mak
Aisah ditepi jalan yang arahnya tidak jauh dari masjid besar Banyuwangi.
rujak soto mantaaaapp |
Rini bersemangat santap rujak soto |
Dipinggir jalan kami nikmati malam |
Waaaaah benar-benar surprise. Benar kata mas Gilang, nantikan saja
kejutan-kejutan dari Kemunir.com :D. Rujak soto itu campuran dari rujak cingur
plus usus, babat alias jeroan lalu disiram kuah soto. Nikmaaaat benner,
ditambah es temulawak, sempurnalah makan malam kami di negri Blambangan ini.
Kami dibekali kolak juga, sepertinya mas Anner takut kita kelaparan hehehe.
Kami tertawa lepas malam itu bersama team kemunir, Bang Anton mewakili kita mengucapkan maturnuwun sanget untuk semua sambutan tim kemunir serta atas
tripnya yang alhmdlh semua destinasi tercapai, cuaca bersahabat dan peserta
semua sehat. Kami harus segera ke St. Karang Asem, berfoto bersama seluruh tim,
lalu satu persatu masuk ke dalam ruang tunggu. Oyaa sebelumnya mas Gilang
memberikan kami souvenir coverbag untuk ransel kami. Waaah kejutan kedua
rupanya. Terimakasih banyuwangi. Kota ini benar-benar indah dan kita semua
masuk ke dalam stasiun dengan membawa kenangan yang tentu saja benar-benar
melekat dibenak kami semua, tentang semua destinasi kita, tentang team kita,
dan tentu saja tentang indahnya Indonesia. Kamiiiii pulaaaaang……………selamat
tinggal banyuwangi...................sampai jumpa di Indonesia Indah lainnya
Baru baca dengan lengkap and in the end of the story...I have glassy eyes. Miss the place :')
BalasHapus