Beberapa waktu lalu, sebagian dari
kita menjumpai sebuah fenomena alam yang sangat jarang terjadi, mesti menunggu
ratusan purnama untuk bertemu dengannya lagi, miriplah dengan kisah Cinta dan
Rangga yang terpisah ratusan purnama heheh. Fenomena gerhana matahari total. Entah apa penyebabnya saya merasa cuaca
menjadi tidak menentu setelah peristiwa pertemuan tersebut, apakah telah
terjadi sesuatu di alam semesta ini?, berharap tidak ada. Kondisi terik matahari terkadang hilang begitu
saja dengan guyuran air hujan secara tiba- tiba dan cukup deras. Atau pun
sebaliknya, usai hujan matahari langsung muncul dan bersinar dengan sangat
lucunya. Saya tidak dapat menyimpulkan musim hujankah atau musim kemarau saat
ini. Mungkin ini adalah musim pertemuan sebelum dua musim ini akan berpisah.
Ternyata baru saja saya membaca
tentang geosmin, senyawa khas usai hujan. Teringatlah tentang hujan, tapi bukan tentang kenangan di
genangan yang ditinggalkannya ya. Saya merindu dengan bau hujan, bau khas yang
penuh ketenangan. Biasanya saya nikmati dengan mengendarai motor pelan-pelan
dan menghirupnya perlahan. Lokasi yang saya tuju adalah kawasan hijau yang
masih penuh dengan pohon dan rumput. Lalu apakah saya termasuk pecinta hujan,
semacam pluviophile begitu, sepertinya agak sedikit heheh, saya senang ketika
hujan berhenti lalu kedamaian mendesak masuk kedalam dada. Tenang. Itu mungkin
kata yang pas untuk melukiskannya. Kamu pernah merasakannya?
Saat rinai hujan berhenti, bau khas
tanah yang disebabkan olehnya apalagi bercampur dengan wangi rumput yang baru
saja dipotong, itu amat menyegarkan. Bau khasnya membuat damai. Zat kurkumin
serta aneka minyak atsiri dan unsur-unsur aromatik dilepaskan saat rumput ini
dipotong, pertanyaan selanjutnya darimana bau khas tanah usai hujan. Mari kita bercerita
kembali.
Geosmin adalah senyawa yang berperan di sini.
Menurut kamus kimia organik, geosmin adalah sebuah turunan dari
dekahidrophtalen yang memiliki bau kuat bersahaja. Nah, kamus saja mengatakannya
bersahaja memang begitulah yang saya rasakan. Dan zat ini dihasilkan oleh beberapa
jenis bakteri yang hidup di tanah seperti cyanobacteria
dan actinobacteria. Saat mikroba ini
mati, geosmin dilepaskan kemudian saat selesai hujan maka geosmin terangkat ke
udara dalam bentuk partikel aerosol, sangat kecil dalam bentuk mikro, tidak nampak namun terasa.
Bakteri dengan bau khas ini menjadi penyebab
beberapa ikan air tawar terkadang berbau seperti lumpur. Saya menjadi hilang
selera ketika lele, atau ikan bandeng yang diolah ternyata berbau lumpur. Balik
lagi ke hujan, selain geosmin adakah hal lain yang membuat suasana setelah
hujan itu menyejukan jiwa?. Tentu ada
beberapa senyawa aromatik yang terlibat akibat reaksi ion dari air hujan yang bersifat
asam saat menyentuh permukaan tanah. Istilah lain saat berbicara hujan adalah
petrichor. Jika geosmin adalah senyawa kimianya, maka petrichor adalah bau yang
timbul saat hujan membasahi tanah yang kering. Terbayangkan jika kita berada di
lingkungan yang minim tanah maka kita bisa jadi tak merasakan petrichor dengan
geosminnya yang membuat hati menjadi nyaman.
Penasaran dengan istilah petrichor
saya berselancar mencari tahu seluk beluk tentang petrichor. Ternyata jurnal ‘Nature
of Argillaceous Odour” yang dipublikasikan tahun 1964 oleh Isabel Bear dan
Thomas adalah jurnal yang mempopulerkan istilah petrichor. Bau khas hujan. Penelitian
tentang bau hujan ini pun telah banyak dilakukan. Oya, petrichor ini akan
terasa sekali saat rinai, tidak menderas.
Sstt di dalam hujan, ada lagu yang
hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu. Begitu kata beberapa ahli. Bagaimana alunan lagu itu? Entahlah….,
belum ditemukan melodi lagu ini sepertinya, mungkin doremi…domisol..fasola…atau nada-nada lainnya. Penelitian
ilmiahnya belum ada meski saya berusaha mencarinya hehehe. Tapi saya percaya. Coba saja menepi sejenak saat hujan,
dan dengarkan lagunya. Apakah kamu pernah merasakannya juga?
Geosmin, Petrichor dan alunan lagu rindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar