“Saya
sudah sembuh, jadi obat antibiotiknya tidak dihabiskan,” kata seorang teman
saat ditanya mengapa ada obat sisa di rumahnya. Lalu dia pun bercerita bahwa
sisa obat tersebut disimpan untuk persediaan.“Saya cocok minum obat ini.”
imbuhnya lagi. Obat sisa tersebut akan digunakan jika sewaktu-waktu sakitnya
kambuh, jadi tidak perlu ke dokter lagi.
Hal serupa banyak kita jumpai di
masyarakat. Bahkan penggunaan antibiotik tidak hanya untuk penyakit infeksi.
Flu, alergi, sakit kepala bahkan nyeri otot, diobati sendiri dengan antibiotik.
Seakan menjadi obat wajib untuk semua penyakit. Alasan utama bagi mereka, “dengan antibiotik jadi lebih cepat sembuh.”
Saat dijelaskan bahwa obat tersebut
tidak bisa diberikan tanpa resep dokter maka jawaban mereka, “saya sudah biasa minum obat ini dan sembuh,”
dengan nada tinggi pula.
Tepatkah menggunakan antibiotik
dengan cara seperti itu?
Penggunaan antibiotik tanpa
pengawasan dokter dan apoteker memang terjadi meluas. Edukasi bahaya yang
disebabkannya mulai bergaung. Akibat yang paling banyak terjadi adalah
resistensi antibiotik. Apa, mengapa dan bagaimana antibiotik tersebut
digunakan, mari kita lanjutkan dalam bahasan kali ini.
Antibiotik adalah zat biokimia yang
diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lain. Bekerja dengan merusak dinding
bakteri, sehingga bakteri penyebab penyakit tersebut mati. Tentu ada dosis
tertentu untuk membuat dinding itu rusak. Jika dosis yang digunakannya kurang
maka bakteri tersebut tidak mati, malah menjadi semakin kuat. Inilah yang
disebut dengan resistensi antibiotik. Alih-alih mematikan bakteri kok malah
membuatnya menjadi semakin kuat.
Mengapa terjadi resistensi antibiotik?
Seperti yang telah disebutkan, bahwa dosis yang tidak teapt dapat menjadi salah
satu penyebabnya. Hal ini terjadi ketika
antibiotik tidak dikonsumsi sampai habis. Begitu gejala berkurang, atau hilang,
sebagian orang menghentikan konsumsi obatnya. Termasuk obat antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang diminum tidak tepat waktu pun ikut menyumbang terjadinya
resistensi ini. Penggunaan antibiotika dihitung berdasarkan waktu sehari
semalam yaitu 24 jam. Jika dilabel obat tertulis dua kali sehari, bukan berarti
obat ini digunakan pagi dan sore hari. Tapi dalam 24 jam dikonsumsi sebanyak
2x. Jadi seharusnya diminum tiap 12 jam.
Perhatikan aturan pakai yang sudah dijelaskan oleh apoteker. Belum lagi
ketidaktepatan penggunaan antibiotik sesuai dengan penyebab penyakit yang
dideritanya.
Antibiotik digunakan untuk mengobati
penyakit infeksi yang penyebabnya adalah bakteri. Ingat, tidak semua penyakit
harus diobati dengan antibiotik. Jika penyebabnya adalah virus maka tentu tidak
akan efektif jika menggunakan antibiotik.
Mengapa resistensi antibiotik itu
berbahaya dan harus dicegah?
Jika suatu hari Anda sakit dan
mendapatkan antibiotik lalu tidak dikonsumsi tepat waktu , tidak tepat
penggunaan, serta tidak tepat dosis
, maka bakteri penyebab sakitnya menjadi
resisten. Kemudian ketika suatu saat Anda
sakit lagi, maka bakteri tersebut sudah tidak mampu lagi ditembus pertahanannya
oleh antibiotik yang sama seperti sebelumnya. Semakin resisten, tentu
dibutuhkan antibiotik dari kelompok yang berbeda, dengan kemampuan yang lebih
mumpuni sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang semakin kuat.
Hal ini akan berakibat pada harga
obat yang semakin mahal dan bisa jadi
penyakitnya pun menjadi lebih berat. Waktu untuk penyembuhan akan semakin lama,
bahkan bisa terjadi kematian. Kerugian akibat ketidaktepatan ini tidak saja berkaitan dengan faktor ekonomi namun terkait
juga dengan kualitas hidup. Hal lain yang dikhawatirkan adalah
keberadaan antibiotik. semakin banyak bakteri yang resisten, dan antibiotiknya
semakin langka, maka diperlukan antibiotik jenis baru untuk mengatasinya. Hal
ini mmbutuhkan waktu penelitian yang sangat lama juga biaya riset yang tak
sedikit. Ketika jatuh sakit dan membutuhkan antibiotik, tidak ada jenis
antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Infeksi akan
mudah menyebar,mengakihatkan kematian.
Oleh sebab itu, mari kita sama-sama
menjaga penggunaan antibiotik yang tepat. Kita bersama mengurangi terjadinya
resistensi antibiotik. Hal yang bisa kita lakukan untuk ini adalah selalu
mengingat aturan tentang penggunaan antibiotik baik untuk diri sendiri,
lingkungan terkecil atau keluarga, juga masyarakat.
Aturan 3T ini memudahkan kita untuk mengingatnya,
yaitu:
- Tidak membeli antibiotik tanpa resep
dari dokter
- Tidak menyimpan antibiotik untuk
persediaan, jadi selalu dihabiskan. Tidak ada sisa obat antibiotik
- Tidak memberikan antibiotika sisa
kepada orang lain.
Yuk, dicek kotak obatnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar