Masih dalam suasana May-Day, hari dimana buruh
mengekspresikan tuntutannya, mengekspresikan inginnya dalam waktu bersamaan
dari ujung barat hingga timur. Saya jadi ingin menulis sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan saya. Bukan sebuah tuntutan
namun berbagi informasi seperti apa pekerjaan ini dibalik layar :)
Sssst…, apakah banyak teman-teman yang pekerjaannya
berhubungan langsung dengan konsumen?? Sepertinya banyak ya, ada yang
konsumennya anak-anak, orang tua, ada yang general tidak memandang usia, ada
yang dihadapinya konsumen dalam kondisi tidak sehat alias sedang sakit dan
sebagainya. Nah, saya adalah seorang pekerja yang konsumen terbesar saya adalah
mereka yang sedang sakit, kami sering memanggil dengan sebutan ^pasien^. Tempat
bekerja saya adalah tempat terakhir disebuah siklus jika teman pergi ke dokter.
Jadi jika teman-teman datang ke dokter untuk konsultasi kesehatan
lalu mendapat selembar resep maka ditempat pengambilan obat itulah saya berada.
Yup benar, saya bekerja di apotek.. Tempat dimana pasien datang untuk membeli
obat (sebagian besar seperti itu). Bekerja
sebagai seorang farmasis, dan profesi ini tidak sepopuler tenaga kesehatan
lainnya.
Berhadapan langsung dengan konsumen tentu banyak
cerita ya, dari suka maupun duka. Terlebih yang kita hadapi adalah orang sakit,
yang bisa jadi emosinya tidak stabil karena sedang menahan nyeri ditubuhnya, menahan
rasa sakit dikepala, giginya baru saja dicabut, tekanan darahnya sedang tinggi atau
bisa jadi sedang pusing karena biaya obat yang menguras kantongnya.
Nah…karena
hal-hal tersebut, mungkin saja rasa sabar mereka juga berkurang. Kita sangat
memahami itu. Menunggu antrian saat menebus resep pasti akan terasa
lamaaaaa. Bahkan untuk duduk dikursi
tunggu yang cukup nyaman pun menjadi hal yang berat. Mereka lebih memilih
berdiri untuk menunggu.Bolak balik didepan kami sambil berkali-kali bertanya.
Mengapa terasa
lama? salah satunya karena mereka sudah melewati beberapa antrian sebelumnya seperti mengantri
saat mendaftar ke dokter, lalu mengantri lagi saat hendak masuk keruang dokter
untuk diperiksa, atau ikut mengantri untuk periksa ke laboratorium. Berapa lama
mereka sudah menghabiskan waktu sebelum sampai ke apotek?, jawabnya cukup lama.
Lhaa…kok tau sih??...ya karena sayapun
pernah menjadi pasien. Menunggu adalah hal yang tidak mengenakkan. Dari pagi
sudah ada di klinik ataupun rumah sakit, namun sampai dengan siang masih harus
mengantri diapotek. Mungkin juga sedari sore antri di klinik, jam 9 malam masih
juga melanjutkan antrian diapotek.
Atas dasar itulah
kami berusaha untuk selalu menyegerakan resep yang masuk, misi kami adalah obat
sampai ke tangan pasien tidak hanya cepat namun juga tepat. Tepat segalanya (ntar dibahas dalam
tulisan yang beda yaa tentang ketepatan ini). Tapiiiii yaaa itu tadi, niat kami
untuk menyegerakan bukan berarti mengesampingkan hal-hal penting yang harus
pula kami lakukan. Bukankah obat itu bisa menjadi racun jika tidak tepat ataupun
keliru dalam penggunaannya.
Terkadang kami terkesan lambat (walaupun kami tidak
ingin lambat) dalam mengerjakan pekerjaan ini, dan akhirnya tidak jarang kami
harus berhadapan dengan pasien yang “marah”. Cara marahnya pun berbeda-beda. Dari
yang skala satu sampai skala sepuluh saya pernah alami. Marah tingkat dewa istilahnya heheh.
- - Pernah suatu
ketika ada yang membatalkan resep yang sudah diberikan lalu meminta resepnya kembali karena sudah
menunggu lama namun belum selesai tanpa mau tau dengan kondisinya. Kami
coba jelaskan saat itu kami harus melakukan konfirmasi kepada dokter penulis
resep. Kami harus bertanya ulang agar tidak ada keraguan namun pasiennya sudah
naik pitam dulu. Ya sudahlah ini kami jadikan pengalaman. Kami memperbaiki
komunikasi kedepannya, agar pasien lebih jelas dan mengerti mengapa resepnya
menjadi lebih lama.
- - Ada pasien yang
marah karena sudah lama sekali menunggu, berjam-jam katanya. Kami coba cek jam
berapa resep ini kita terima. Ternyata belum lama, setelah kami coba jelaskan
bahwa mungkin lamanya karena ditempat lain, sambil menunjukkan waktu resep
masuk ke apotek, akhirnya marahnya tidak berlanjut. Alhamdlh
- - Pasien yang minta
buru-buru karena sudah ditunggu taxi, sudah mau berangkat kerja, sudah dijemput
dsb. Lhaaaa…..gara-gara urusan taxi kami diburu-buru. Diminta mengerjakan
secepatnya. Masyaallah.
- - Ucapan yang
kasar/ makian pernah juga kami alami. Saat itu pasien tidak mau jika obatnya
diganti dengan generik tanpa brand. Perusahaan penjaminnya memang mensyaratkan
itu. Seharusnya pasien tsb marah kepada perusahaan penjaminnya, tapi ternyata malah
memarahi kami dan menuduh bahwa kami yang berinisiatif melakukan ini semua
dengan maksud tertentu. Hmmm…rasanya ingin sekali ikut marah namun pasien ini
hipertensi jadi yaaaaa sudahlah proses pemakluman kami anut.
- - “Kamu didalam
sedang mengerjakan apa??....teriak pasien ketika obatnya belum juga selesai. Oh
pasienku bersabarlah sedikit. Begitu melihat wajahnya yang sudah penuh emosi,
kami bagaikan kerupuk terkena air, langsung ciut. Tidak berani menjelaskan
apa-apa selain maaf.
- - Tantangan lain bagi
kami saat pasien yang datang adalah mantan “orang besar”. Karena pelayanan kami
yang tidak memuaskan, ancaman pun datang.
seperti akan dilaporkan kepada seseorang yang dianggap sebagai “orang
hebat”, atau orang besar yang merupakan koleganya, teman main golfnya, teman main caturnya dan sebagainya.
Oh
pasienku yang baik hatinya…,
Bagaimana
mungkin kami sengaja melambatkan pekerjaan kami, padahal kami sangat paham
pasien-pasien yang baik hati ini sedang membutuhkan obat tersebut. Bagaimana
mungkin kami melambatkan tugas ini karena kamipun ingin cepat selesai dan
beristirahat. Ingin segera makan siang atau makan malam, atau ingin segera menunaikan sholat yang sudah hampir habis waktunya.
Pasienku
yang baik hatinya…,
Banyak
hal yang kami kerjakan untuk menangani satu resep saja. Kami tidak hanya
membaca namun juga melakukan analisa, kami mengartikan setiap baris dari yang
dokter tulis. Seperti dosis yang diberikan apakah sudah sesuai, apakah aturan
pemakaiannya sudah benar, apakah jumlahnya tepat, apalagi jika ternyata dokter
meminta kami mengubah bentuk sediannya, dari tablet menjadi puyer, menggerusnya
perlahan, dari 5 jenis obat harus
dihancurkan, dihaluskan dan dimasukan dalam satu kapsul, atau saat harus membuat salap campuran, dari salep dalam tube
mesti dikeluarkan lalu ditambahkan bahan tertentu sehingga harus dihitung
kembali bahan yang akan ditambahkan.
Oyaa jangan pernah bayangkan kami
menimbang dalam jumlah banyak, tidak dalam puluhan gram apalagi kilogram.
Obat-obatan yang digunakan ditimbang dalam jumlah yang kecil, hati-hati dalam
menimbang itu sudah pasti. Keterlambatan juga bisa terjadi saat kami harus
menghubungi dokter penulis resep karena ada yang tidak jelas, mengganti suatu
obat karena ketersediaan obat tersebut diapotek, bahkan untuk obat-obat
tertentu kami mengecek keaslian dari tulisan dokternya. Kami pernah beberapa kali menerima resep yang dipalsukan ternyata obat tersebut sedang marak disalahgunakan. Selalu ada cara bagi mereka untuk mendapatkan obat jenis tersebut.
Hanya
itu??........tidak juga. Untuk resep yang dibayar langsung maka diawal kami harus menghitungnya, untuk resep yang tidak membayar langsung, seperti pasien
yang masuk dalam jaminan pemerintah, jaminan asuransi, jaminan perusahaan akan
membutuhkan waktu lagi saat dikerjakan terutama berhubungan dengan syarat
administrasinya, seperti diagnosanya, kemudian dicek kembali apakah pihak penjamin akan
menanggung semua obat yang ditulis oleh dokter dan sebagainya.
Jadi kami tidak
hanya sekedar mengambil obat dari kotak-kotak tersebut lalu membungkusnya dan
memberikan label 2xsehari, 3xsehari kemudian selesai. Ada banyak tahapan hingga akhirnya obat dapat
diterima dengan baik oleh pasien. Kami berusaha untuk tidak melakukan kesalahan. Meskipun dalam perjalanannya kami pernah melakukan kesalahan tersebut (nanti kita berkisah yaaa tentang ini)
Selain hal tersebut, waktu kedatangan juga
mempengaruhi pekerjaan kami. Maksudnya?? Jika pasien datang saat jam puncak
pelayanan, ya otomatis akan banyak resep yang dilayani. Keterlambatan kami
dalam mengerjakan dipengaruhi hal ini. Pernah datang ke apotek pagi hari? Saat
kondisi belum ramai dengan antrian. Berapa lama resep biasanya selesai?
Insyaallah akan lebih cepat dibandingkan saat datang di jam puncak pelayanan
misalnya jam 11 siang atau jam 8 malam.
Kami menyadari terkadang pasien menjadi “marah” karena
kami tidak memberikan informasi keterlambatan pekerjaan kami. Misalnya kami
tidak mengatakan dari awal bahwa resep yang kami terima sangat banyak, jadi
mohon lebih sabar atau kami tidak menginformasikan bahwa obat yang akan
disiapkan merupakan obat yang harus dicampur, dihaluskan dsb. Namun jika
informasi tersebut sudah kami sampaikan dan pasien tetap “marah”#disitu kami
merasa sedih.
Cobalah tengok bagaimana petugas farmasis bekerja di
puskesmas, diapotek, diklinik, di rumah sakit daerah yang pasiennya melimpah ruah.
Jumlah kami terbatas, makan siang sering menjadi makan menjelang sore, waktu sholat bergeser hingga hampir diujung
waktu, jam istirahat bagi kami adalah jam dimana pekerjaan telah selesai. Walaupun begitu, kami tetap mencintai profesi ini. Kami dengan
ikhlas telah memilih profesi ini sebagai cara agar kami bermanfaat untuk orang
lain. Menolong orang lain yang membutuhkan obat dan informasi seputar obat. Menjadi ujung tombak pelayanan walaupun
terkadang nasibnya seperti diujung tanduk.
Semoga tulisan singkat ini bisa menjadikan kami lebih
sabar, dijauhkan dari kesalahan, menjadikan masyarakat awam lebih memahami apa yang kami kerjakan dibalik
layar, dan jika memang harus marah, maka marahlah pada tempatnya hehehe. Sampai
bertemu dengan kisah kami lainnya, kisah seputar dunia farmasi. Ada tawa ada airmata tapi kami mencintai ini semua.
Paling bahagia kalo begini "kalo diambil ntar malem bisa ga?" **bisa bangeettt...
BalasHapushahaha...betul..betul..betul....syahdu ditelinga
BalasHapusHaha....betuuul...betulll..betuklll....sahdu bgt ditelinga...
BalasHapus