Pernah merasakan tergoda untuk
berkhianat dengan kejujuran?
Seorang teman kemarin menceritakan betapa dia hampir saja tergelincir menggadaikan kejujurannya hanya karena mulai lelah. Allah tidak mengabulkan doanya. Bagi dia bertahan dengan kejujuran tak janjikan apa-apa.
Kisah bermula ketika dia memiliki
kendaraan sebuah mobil tua untuk mengantar anaknya bersekolah, melewati jalan
kompleks dan juga jalan raya. Sebagai warga negara yang baik dan sadar akan
aturan, dia pun meniatkan dirinya untuk memiliki SIM. Pendaftaran dan
pembayaran dilakukannya. Berharap lulus karena dia hanya menghadapi test tulis
dan mengemudi. Doa terucap saat bersiap menghadapi test. Hasil yang tak
disangka, dia gagal tidak lulus test. Terkejutlah ia, lunglai tapi segera
bersemangat kembali untuk ikut test berikutnya.
Kembali ke ruangan tersebut dua
minggu kemudian. Harapan untuk lulus buncah di dada, doa-doa yang lebih panjang
dia untai kepada Sang Maha. Ya Allah, luluskan hamba, pintanya. Test mengemudi
siap dia lakukan. Kali ini lebih besar keyakinannya dibandingkan dua minggu
yang lalu. Yeaaay..test beres, tapi ……………..dia langsung lemas lagi. Gagal untuk
kedua kalinya. Mulailah dia mengutuk dirinya sendiri akan ketidakmampuannya,
lalu alam pikirannya mulai masuk ke wilayah “buruk sangka”. Saya berniat jujur, tidak akan memberikan
suap, saya akan menjalani test, tapi kenapa Allah tidak membantu, batin dia
dalam hati. Kembali ke rumah, dengan wajah ditekuk-tekuk, sepanjang perjalanan
dadanya berkecambuk antara memegang teguh keyakinannya atau ikut menjadi bagian
dari buih yang banyak. SIM ini penting
bagi saya, jika saya tak mempunyainya bagaimana saya akan melakukan aktivitas
sehari-hari. Sampai di rumah, dia selonjorkan kakinya sambil menyeruput teh
hangat yang disiapkan istrinya. Hmm, saya harus berjuang lagi. Test ke-3 harus
berhasil. Dia masukkan keyakinan itu dan doa-doa nan panjang dia panjatkan
kembali, bantu hamba ya Tuhanku.
Hari
berlalu, dan akhirnya tibalah waktu untuk test ulang. Pergi dengan semangat,
ini test ke-3, jangan biarkan hamba melakukannya hanya untuk sebuah SIM
(membayangkan uang suap). Bersiap, dan go…,hasilnya? Sungguh tak dinyana,
kegagalan yang ke-3 harus dia telan. Kali ini dia benar-benar terjatuh
semangatnya. Ya Allah, betapa sukarnya aku memperoleh ini. Demi mengatasi
tubuhnya yang lemas karena gagal, dan teringat lelahnya bolak balik ke SAMSAT
yang jaraknya cukup jauh ditambah kemacetan khas Ibu Kota, duduklah ia di
sebuah warung. Es kelapa muda dipesannya, sedikit mengobati rasa dahaga juga
lemasnya.
Pikirannya berjalan ke minggu-minggu sebelumnya. Tuhan meminta saya untuk ada di jalurnya, saya ikuti, namun mengapa Dia tak kabulkan pinta saya. Saya ingin lulus test. Hanya itu. Tidak cukup sekali, bisikan-bisikan itu melintas kembali. Tiba-tiba seorang petugas yang tadi mengawasi testnya berjalan menghampirinya.
“Pak, tinggal dimana? Tanya petugas,
dijawabnya sambil menunjuk ke sebuah arah yang cukup jauh. Ohhh, jauh juga
yaa?..timpal petugas tadi. Iya, jawab
teman saya dengan nada lirih. Begini pak, saya akan bantu bapak, tapi bapak
juga bantu saya ya.., obrolan berlanjut. Teman saya menjawab bahwa dia tidak
bisa membantu apa-apa, jika memang belum pantas mendapatkan SIM yaaa sudahlah,
saya akan ikut test lagi. Tidak mengapa pak, saya berniat untuk mematuhi aturan
yang ada, meski seperti ini adanya. Diceritakannya pula tentang pentingnya SIM
ini buat diri dan keluarganya. Petugas terdiam menyimak apa yang dia katakan,
dan dia lalu pergi ke kantor, sepertinya dia berdiskusi dengan kawan-kawannya.
Tiba-tiba petugas tersebut menghampiri dan menyatakan “Bapak, anda lulus.
Masyaallah……………………seakan tak percaya dia mendengarnya. Allah mengabulkan
doanya, Allah mendengar pintanya, dan Allah meridhoi langkahnya. Keteguhan
hatinya untuk berada di jalan Allah memberikan sebuah jawaban dengan cara yang
tak disangka. Ya Allah, maafkan hamba yang berburuk sangka kepada-Mu.
Teman, kejujuran itu bukan pilihan melainkan perintah.
Bertahan untuk melakukan ini bukan berarti kita akan memperoleh segalanya.
Jujur bukan berarti kita akan lulus test SIM, bukan pula akan menjadi PNS,
bukan juga karena jujur lalu nilai kita di sekolah menjadi baik, jabatan di kantor akan didapat dan sebagainya.
Hadiah itu terlalu keciiiiiil untuk sebuah kejujuran. Namun Allah menjanjikan
sebuah kemuliaan hidup dan ini tak ternilai, juga sebuah hadiah di hari perhitungan. Bukan disini. Begitu pula berbaik sangka kepada Allah,
karena apapun yang sudah terjadi maka itulah yang terbaik. Allah itu Maha Baik. Percaya dan yakini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar