Kamis, 08 Oktober 2015

Kami Rindu Oksigen


Dua minggu yang lalu, Bunda Kinan sahabat yang tinggal  di Pekan Baru berkirim kabar bahwa kondisi di sana semakin tidak nyaman. Penyebabnya adalah asap yang membuat dada semakin sesak. Putri kecilnya hanya bermain di dalam rumah.  Indeks Pencemaran Udara ( IPU ) menurutnya sudah berada pada kadar yang amat berbahaya, tidak layak lagi untuk di hirup. Bunda Kinan memahami persoalan polutan udara, beliau memiliki bidang konsentrasi di bidang lingkungan. Masker menjadi pakaian sehari-hari, namun rasanya sudah tidak mampu lagi menyaring partikel pengganggu udara ini. Kasihan Kinan, seharusnya bocah kecil bermain di halaman, berjalan sore bersama bunda tapi semua tidak bisa dilakukan, asap mengepung Pekan Baru.

Kinan yang balita, tidak bisa bermain. Adik-adik yang lain, sekolahnya diliburkan penyebabnya karena asap semakin mengepung sekolah, Tak ada lagi udara bersih dan kenyamanan dalam belajar. Saya semakin tidak mengerti kondisi ini dibiarkan berlarut, sudah hitungan bulan namun tak ada gerak nyata untuk membantu mereka dari pemerintah pusat.

Berjuta jiwa terkena dampak asap disana. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) menduduki peringkat pertama, lalu penyakit Pnemonia, Asma, dan Mata. Ahhh, tidak tega rasanya membayangkan efek dahsyat dari asap ini terhadap anak-anak, lingkungan serta masyarakat. Air bersih menjadi barang langka, konsumsi buah dan sayur harus lebih berhati-hati, dicuci dengan bersih namun apa daya air bersihnya pun sudah sulit diperoleh. Tak ada lagi tempat bermain, sekolah diliburkan. Parahnya ini terjadi bukan dalam hitungan hari atau minggu, kondisi parah ini sudah berbilang bulan.

Tersentak saat kemarin, sebuah koran nasional membuat halaman pertamanya dengan kondisi berasap. Ini bencana nasional, bukan main-main. Melayanglah pikiran ini betapa Engkau telah menggratiskan udara bersih, oksigen untuk kami semua. Di tempat lain udara bersih begitu susahnya. Kesimbangan alam di rusak oleh sebagian dari kami. Asap menjadi hadiahnya. Nikmat-Mu tiada tara. Maafkan Tuhan ku.

Pagi di sini, berbeda dengan di sana.
Tak ada yang berjalan pagi untuk bergerak
Oksigen dimanakah engkau berada
Mata kami pedih, dada kami sesak dan tak sanggup lagi berteriak.

Sekolah diliburkan, puskesmas berdesakan penuh
Kami tidak berteriak kepada presiden untuk memadamkan api.
Kami tahu, bapak presiden yang terhormat tidak mungkin membawa air berkeliling memadamkan api, tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii  seret para pelaku!! Selamatkan kami!!

Kami rindu dengan udara bersih. Kami rindu bermain lagi.

#sarapankata KMO06
#KMOpeduli
#1000penulis muda
#Noasap

1 komentar:

  1. Ini bukan main main pak presiden.. ketika anak kecil tak lagi bisa bermain :(

    BalasHapus