Kamis, 31 Desember 2015

Jendela Baru Untuk Hidup Baru

Kisah satu  bab dari sebuah buku yang bernama Novel Kehidupan telah usai. Cerita 365 hari dalam satu bab yang bernama “Warnaku di 2015”. Kisahnya tentu ada  warna terang namun ada juga suram tergantung saya melihatnya. Terang  bagi saya belum tentu bagi orang lain. Kadang kala ditengah perjalanan 365 hari itu ingin berhenti lalu pindah menjadi bab baru yang tak ada hubungannya sama sekali dengan bab sebelumnya karena saya tidak suka dengan ceritanya, tidak suka dengan lakonnya, namun tak bisa. Cerita di novel ini berbeda dengan novel lainnya yang biasa saya baca. Tidak bisa dihentikan begitu saja, atau tiba-tiba diganti kisahnya karena mengikuti trend yang ada, mengikuti segmen pasar maupun mengikuti kisah FTV yang populer. Novel Kehidupan akan ditutup dengan sempurna jika kita selesai dengan tugas dari-Nya. Selesai menurut versi penulis skenario bukan menurut kita. 

Halaman untuk 12 purnama menjadikan bab ini tebal, setiap purnama menyimpan keistimewaan.
Bertemunya saya dengan sahabat-sahabat semasa sekolah farmasi di Jakarta setelah lebih dari 20 tahun tidak bertemu membawa cerita tersendiri, terlebih jika mengingat cara menemukannya satu persatu. Sebuah kisah persahabatan. Di penghujung tahun ditemukan kembali satu sahabat dari Kalimantan, Tenggarong tepatnya. Menghubungi organisasi profesi se-Kalimantan untuk mencari tahu dimanakah sahabat kami berada. Atas rasa kangen yang melanda, rasa cinta yang bertabur di setiap hati, kekuatan ingin menyambung silaturahmi akhirnya semua berhasil menjadi tim pencari. Mengagumkan. Berkumpul kembali menjadi satu keluarga. Tak hanya itu ternyata kerinduan pun ada di hati sahabat-sahabat SMP yang 24 tahun tak bersua. Seru sekali saat pertama kali berjumpa, tak jarang saya hanya diam mengingat-ingat namanya, benar-benar sudah berubah. Maklum sudah dilabeli sebagai ayah atau pun ibu oleh anak-anaknya. Luar biasa ketika bisa berkontak dengan sahabat sebangku di kota Padang. Ada beberapa teman yang sudah pergi meninggalkan kita, selesai kisah hidupnya tanpa pernah bertemu kita kembali.  Sedih….,smoga kalian disana sudah ada dalam surga yang indah. 

Berjumpa dengan teman lama ternyata berlanjut ketika saya dan teman-teman yang selalu merasa kurang piknik menyempatkan diri untuk lakukan piknik yang bukan sekedar piknik. Belajar lagi arti sebuah refresh diri dan saat lakukan perjalanan singkat itu saya belajar banyak bagaimana mencintai alam dengan lebih indah. Melihat ketika anak sejak usia dini dikenalkan arti alam dan itu membekas serta menyenangkan sekali. Diantara 365 hari yang ada, alhamdlh saya masih diberi kesempatan berbagi cerita di beberapa kota, serta sebuah pulau di Kepulauan Seribu. Bertemu, berkumpul dengan orang-orang yang sarat energi positif, tak pernah berhenti untuk berbuat baik kepada bangsa ini lewat pendidikan Indonesia. Ini adalah salah satu dari rasa ingin di tahun 2015 yaitu berkesempatan untuk memiliki sebuah komunitas baru. Menemukan teman baru yang begitu mengagumkan. Teman yang untuk mengisi harinya menyibukkan diri di sebuah komunitas yang begitu peduli dengan teman-teman yang memiliki masalah dengan pendengarannya. Takjub saya dibuatnya ketika dia berkisah kesibukannya bersama mereka.  Banyak cara untuk berbuat baik, tanpa harus menunggu segala sesuatunya kita miliki. Berbagi cerita, berbagi semangat, berbagi insprirasi, berbagi ilmu yang ada didalam diri kita.  Itu yang saya simpulkan saat berkenalan dengan seorang teman baru dari kota Ngalam. Indah bukan ketika hidup kita tak luput dari kisah berbagi.

Apakah purnama saya berkisah warna lain. Tentu, saat memutuskan untuk mengubah arah langkah , mengambil jalan sepi ikuti kata hati. Melepaskan semua yang dimiliki bertahun-tahun. Merupakan sebuah kisah tentang pekerjaan saya. Sempat tertegun sesaat namun coba mantapkan hati untuk raih sebuah cita. Alhmdlh akhirnya dengan bantuan sahabat-sahabat kaki ini menjadi lebih ringan untuk melangkah walau jalan yang dipilih adalah jalan sepi yang tak lazim. Apotek mungil berwarna ungu berdiri tepat 2 bulan ketika saya memilih jalan menyepi. Bersinergi dengan salah satu sahabat sejak jaman berlari-lari menggunakan baju praktikum. Penguat-penguat banyak hadir, dari keluarga tentu yang utama. Sungguh sebuah catatan panjang tentang kisah yang berujung di Purnama ke-10. Persahabatan memang membuat hidup menjadi lebih hidup. Anugrah jika kita memiliki orang-orang seperti ini. Persahabatan memang tidak instan, dan banyak cara. Persahabatan yang dimulai dengan kejujuran akan menjadi persahabatan yang abadi. Saling memberikan energi positif.

Melihat ibu sehat dalam setahun ini juga merupakan sebuah harapan yang terwujud. Kakak dan adik yang jauh disana. Tujuh keponakan yang tumbuh besar dan mulai sibuk dengan cita-citanya. Senang menyaksikan mereka menjadi anak-anak yang baik dan sholeh. Jarak berpuluh bahkan ratusan kilometer membuat panggilan bude dan bulek selalu dirindu. 

Tak ada kisah yang menguap begitu saja, selalu ada sari yang terendap. Baik kisah suka maupun duka pun rasa kecewa dan kehilangan. Tak mungkin saya melupakannya, namun juga tak perlu saya mengingatnya. Didekap erat dan dimasukkan dalam ruang di hati seluruh kisah kecewa, kehilangan ataupun ditinggalkan. Ketika saya harus mengeluarkannya kembali saya bisa menceritakan detail tanpa harus ada bulir yang menetes dan menggenang. Hadiah-hadiah indah sepanjang tahun ini apapun bentuknya disyukuri saja. Menjadikan diri semakin kuat, dan makin mengerti tentang setiap episode kehidupan. Berterimakasih utk semua rasa kecewa, kehilangan, dan kesedihan yang sudah diberikan. Bingkai yang dibuat indah kadang hancur oleh sesuatu yang bahkan hingga kini tak mengerti penyebabnya. Tapi lagi ..lagi saya tak akan pernah memaksakan cerita. Biarkan skenario –Nya yang berjalan, tak perlu bertanya berulang untuk sesuatu yang rahasia. Dia sudah menjanjikan untuk semua yang bersifat rahasia, Dia sudah mengatur setiap detail kehidupan ini, tinggal lah saya yang mendekati_Mu, mendekati Sang Pengatur. Belajar untuk selalu memahami atas semua cerita yang ada. Jika pun saat ini saya belum bisa, mungkin saya akan memahami maknanya esok hari atau lusa nanti. Mari menulis cerita lagi di hari ke depan. Cerita di Novel Kehidupan. Terimakasih untuk semua warna yang sudah diberikan baik atas warna keindahan, kekecewaan maupun kehilangan. 

Mengawalinya dengan membuka jendela baru, hingga ku rasakan atmosfer yang lebih segar, menepi dari hiruk pikuk segala perasaan, memangkas semua rimbunnya rasa dan tentu bersiap untuk menjadi manusia yang lebih banyak berbagi. Kulihat indahnya dunia dari jendela yang baru. 




Rabu, 28 Oktober 2015

Ssttt, Jangan Lupa Bahagia Ya

Di sini pagi cukup cerah, deru kendaraan bermotor menemani perjalanan. Ku lihat seorang ibu muda turun dari motor yang mengantarnya, mencium tangannya lalu menunggu bus jemputan di sisi kiri jalan. Senang melihatnya. Bus-bus jemputan panjang berderet, penuh dengan para pekerja. Siap berkarya di hari ini. Pak sopir berbahagia mengantarkan puluhan karyawan menuju pabrik, begitu pula karyawan merasa tenang, duduk tenang menuju lokasi bekerja dibantu pak sopir.




Tenda-tenda yang menyediakan sarapan sudah ramai, banyak karyawan yang mampir untuk mengisi perutnya dengan nasi uduk, telor balado, oreg tempe , rabeg serta satu gelas teh hangat khas sarapan pagi. Pak Polisi pun sudah bersiap di persimpangan jalan, di lampu merah, di tempat yang biasanya menimbulkan kemacetan. Sayang, petugas kebersihan belum datang menyapu sampah sisa semalam, masih ada beberapa tumpukan sampah di kanan kiri jalan. Mungkin masih harus membersihkan di bagian yang lain.

Aku menjumpai pula tukang sayur yang motornya sudah sarat dengan aneka dagangan, siap berteriak menjajakan produknya, rapi tertata di atas motor, seimbang kiri dan kanan. Meski saya yakin dia tidak paham ilmu kesetimbangan fisika yang menjelimet itu, tapi sungguh dia mengerti mempraktekannya. Senang melihatnya

Angkot merah dan biru juga penuh di jalanan, anak-anak sekolah dengan seragam birunya setia menunggu di tepi jalan. Teringat dahulu betapa senangnya berangkat ke sekolah. Ajang berbagi tawa, masalah PR dan lainnya itu diselesaikan di sana hehehe, bahagia rasanya

Saat berangkat kerja, bahagia. Saat berkarya juga bahagia, saat melihat dan merasakan indahnya pagi juga bahagia, lihat anak-anak sekolah juga ikut bahagia. Jadi bahagia itu kita yang ciptakan? Okey selamat merayakan hari ini dengan segala aktivitas. Penting untuk diingat mumpung masih pagi, jangan lupa bahagia yaa :)













Legal, Halal, Hajar Saja

Hai masa muda, apa kabar?
Usia saya bisa jadi sudah melewati definisi usia pemuda. Menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan: "Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun." Namun, saya selalu merasa "muda" mungkin penyebabnya adalah banyak berada di komunitas yang dominan dengan usia muda :)
Ide liar sering melintas, kreativitas lahir tanpa batas, adrenalin pun tak dibuang percuma, itulah yang dilakukan oleh teman-teman saya yang masih muda. Saya beruntung bisa ikut dalam derap langkah mereka, yaa meski tak muda namun semangat selalu muda. Banyak hal yang saya abaikan saat usia dalam rentang seperti yang disebutkan di atas. Jadi terkadang baru dapat dilakukan saat ini. Tak mengapa, saya menghibur diri, jika masih bisa saya lakukan dan dapat meningkatkan kualitas diri, hajar saja.  Bukankah terlambat masih lebih baik daripada tidak sama sekali.
Nah, pemuda..., yang masih berdiam diri, galau tanpa kejelasan, sudah tutup saja lembaran itu. Rugi deh jika tidak pernah mencoba banyak hal. Berpetualanglah, bawa ransel lihat dan belajar kehidupan dari sebuah perjalanan, ikutlah beragam kegiatan di sekolah atau kampus, coba masuk ke berbagai organisasi dan pelajari  banyak karakter, saya yakin ini menyenangkan sekali. Ada lagi? aktiflah di kegiatan rumah ibadah, mengenal Tuhan sejak dini untuk menguatkan langkah, berkarirlah dengan cemerlang, tulis dan coret target-targetmu. Belajar bisnis sejak sekolah atau kuliah pun bukan hal yang memalukan. Saat masa itu lewat dan sudah berada di anak tangga itu keren lho.

Selagi legal dan halal maka hajar saja, coba semua inginmu. Masa muda itu masa yang paling indah, seandainya gagal masih dicoba lagi kan? Masa muda tak akan pernah kembali, yuk berbenah diri.
#selamatHariSumpahPemuda





Minggu, 25 Oktober 2015

Aaaah, Hanya 43.000.000 Jiwa

Langit biru namun matahari sepertinya sedang ingin menumpahkan sinarnya dengan maksimal. Panas sekali meski jam belum menunjukkan tengah hari. Lantai rumah berdebu kembali, ini sudah ke-3 kalinya saya menyapu sedari pagi tadi. Huft…mengapa debu mudah sekali hadir, angin tidak seberapa kencang, posisi rumah pun tidak di tepi jalan raya, menjorok namun memang tidak ada pohon-pohon pelindung. Oh..ya..ya, udara tidak lagi bersih, tidak ada penyaring sama sekali, menghantam ruang terbuka di rumah. Debu yang seperti ini sudah membuat saya berpeluh dan mengeluh, bagaimana dengan teman-teman saya di Sumatera dan Kalimantan sana. 

Mungkin semua sudah mengetahui tentang sebuah bencana asap yang sedang melanda termasuk kondisi warganya. Sangat memprihatinkan.  Mereka mengatakan bahwa langit biru, matahari, serta bintang dirindukannya dengan sangat. Sudah berbulan tak melihat indahnya warna orange saat matahari terbenam, indahnya bintang bertabur saat gelap datang, dan birunya langit saat hari baru datang. Bagi mereka warna yang ada adalah abu-abu.  

Mereka sehari-hari tidak lepas dari masker, kulit mulai gatal, masker cepat sekali menjadi hitam, mata yang terasa perih serta batuk dan sesak napas merupakan kondisi kesehatan yang mereka rasakan beberapa bulan ini, tambah lagi dengan rentannya terhadap penyakit lain seperti diare pada balita karena kondisi udara yang buruk. Di Riau saja 15.000 balita terserang ISPA. Ratusan ribu bayi setiap saat menghirup udara penuh asap. Oksigen begitu sukar di cari, beberapa membiru mencari oksigen. Udara bersih berbulan tak hadir di sana. Untuk 6 propinsi sumber lain menyatakan sudah 505.000 terserang ISPA

Dampak asap yang lain tentu berhubungan dengan udara bersih, air bersih, lalu pendidikan dimana sekolah terpaksa berulang kali diliburkan, anak-anak tidak sekolah. Berapa anak yang terpaksa libur atau terganggu kegiatan belajarnya karena asap.? 4,3 juta anak sekolah terganggu belajarnya. Penerbangan pun begitu datanya, gagal terbang karena asap yang mengaburkan jarak pandang. Hampir 20 penerbangan batal setiap hari di Jambi, belum di kota lainnya. Enam propinsi menjadi korban dari asap ini.  Berapa jumlah penduduk yang terkena dampak asap ini? 

Informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lebih dari 43 juta jiwa penduduk terpapar oleh asap. Data ini hanya dihitung di Sumatera dan Kalimantan. Baru dua propinsi. Data dianalisis dari peta sebaran asap dengan peta jumlah penduduk. 43.000.000 jiwa (maaf, saya tulis dengan lengkap digitnya). Dampak terhadap kesehatan bukan saja dirasakan sekarang, tapi bisa terjadi jangka panjang 5 atau 10 tahun kedepan. Banyak yang tidak terdeteksi berapa masyarakat yang terganggu kesehatannya karena asap. Balita meninggal pun sudah terjadi, jika ada yang menyatakan ini bukan karena asap, tapi karena infeksi di saluran pernapasannya, duuuh kemana sih cara berpikirnya? Balita ini rentan terhadap asap, gegara udara yang tak bersih penyakit-penyakit lain pun ikutan. Ini kejahatan yang luar biasa, kejahatan kemanusiaan. Gilaaaaa.

Bencana asap dari Karhutla ( Kebakaran Hutan dan Lahan ) adalah bencana karena ulah manusia. 
99 persen perbuatan di sengaja.  Siapa pelakunya? Yaaaa...mereka pengusaha kebun kelapa sawit yang tidak bertanggung jawab. Mereka membakar hutan untuk membuka lahannya, dan mereka dilegalkan oleh pejabat di daerah tersebut, walaupun kini para gubernurnya sudah ditangkap KPK namun pembakaran masih terus dilakukan.
 Pengusaha namun cara berpikirnya rendah sekali. Siapa sih sebenarnya anda?

Para pengusaha yang sudah membakar hutan  puas anda melihat ini semua? Oh anda  masih inginkan Sulawesi, Papua? Anda sudah habiskan Sumatera dan Kalimantan. Jutaan manusia kau korbankan demi bisnis usaha mu. Gilaaaa….Oh, anda merasa baru 43.000.000 jiwa, dan anda masih inginkan lebih ya? Saya curiga sepertinya anda dan saya berbeda mahluk.

Saya masih mengulik tentang penduduknya, belum bicara tentang ekosistemnya, tentang keragaman hayati yang kau hancurkan. Berapa spesies tumbuhan dan hewan punah gegara tempat hidup mereka dihancurkan. Tanah dengan haranya. Aaaah..........., saya makin muak dengan perbuatan anda dan seluruh aparat yang mendukung anda. 



Jumat, 23 Oktober 2015

Jujur Tak Janjikan Apa-Apa

Pernah merasakan tergoda untuk berkhianat dengan kejujuran?

Seorang teman kemarin menceritakan betapa dia hampir saja tergelincir menggadaikan kejujurannya hanya karena mulai lelah. Allah tidak mengabulkan doanya. Bagi dia bertahan dengan kejujuran tak janjikan apa-apa.

Kisah bermula ketika dia memiliki kendaraan sebuah mobil tua untuk mengantar anaknya bersekolah, melewati jalan kompleks dan juga jalan raya. Sebagai warga negara yang baik dan sadar akan aturan, dia pun meniatkan dirinya untuk memiliki SIM. Pendaftaran dan pembayaran dilakukannya. Berharap lulus karena dia hanya menghadapi test tulis dan mengemudi. Doa terucap saat bersiap menghadapi test. Hasil yang tak disangka, dia gagal tidak lulus test. Terkejutlah ia, lunglai tapi segera bersemangat kembali untuk ikut test berikutnya. 

Kembali ke ruangan tersebut dua minggu kemudian. Harapan untuk lulus buncah di dada, doa-doa yang lebih panjang dia untai kepada Sang Maha. Ya Allah, luluskan hamba, pintanya. Test mengemudi siap dia lakukan. Kali ini lebih besar keyakinannya dibandingkan dua minggu yang lalu. Yeaaay..test beres, tapi ……………..dia langsung lemas lagi. Gagal untuk kedua kalinya. Mulailah dia mengutuk dirinya sendiri akan ketidakmampuannya, lalu alam pikirannya mulai masuk ke wilayah “buruk sangka”.  Saya berniat jujur, tidak akan memberikan suap, saya akan menjalani test, tapi kenapa Allah tidak membantu, batin dia dalam hati. Kembali ke rumah, dengan wajah ditekuk-tekuk, sepanjang perjalanan dadanya berkecambuk antara memegang teguh keyakinannya atau ikut menjadi bagian dari buih yang banyak.  SIM ini penting bagi saya, jika saya tak mempunyainya bagaimana saya akan melakukan aktivitas sehari-hari. Sampai di rumah, dia selonjorkan kakinya sambil menyeruput teh hangat yang disiapkan istrinya. Hmm, saya harus berjuang lagi. Test ke-3 harus berhasil. Dia masukkan keyakinan itu dan doa-doa nan panjang dia panjatkan kembali, bantu hamba ya Tuhanku.  

Hari berlalu, dan akhirnya tibalah waktu untuk test ulang. Pergi dengan semangat, ini test ke-3, jangan biarkan hamba melakukannya hanya untuk sebuah SIM (membayangkan uang suap). Bersiap, dan go…,hasilnya? Sungguh tak dinyana, kegagalan yang ke-3 harus dia telan. Kali ini dia benar-benar terjatuh semangatnya. Ya Allah, betapa sukarnya aku memperoleh ini. Demi mengatasi tubuhnya yang lemas karena gagal, dan teringat lelahnya bolak balik ke SAMSAT yang jaraknya cukup jauh ditambah kemacetan khas Ibu Kota, duduklah ia di sebuah warung. Es kelapa muda dipesannya, sedikit mengobati rasa dahaga juga lemasnya. 


Pikirannya berjalan ke minggu-minggu sebelumnya. Tuhan meminta saya untuk ada di jalurnya, saya ikuti, namun mengapa Dia tak kabulkan pinta saya. Saya ingin lulus test. Hanya itu. Tidak cukup sekali, bisikan-bisikan itu melintas kembali. Tiba-tiba seorang petugas yang tadi mengawasi testnya berjalan menghampirinya.
“Pak, tinggal dimana? Tanya petugas, dijawabnya sambil menunjuk ke sebuah arah yang cukup jauh. Ohhh, jauh juga yaa?..timpal petugas tadi.  Iya, jawab teman saya dengan nada lirih. Begini pak, saya akan bantu bapak, tapi bapak juga bantu saya ya.., obrolan berlanjut. Teman saya menjawab bahwa dia tidak bisa membantu apa-apa, jika memang belum pantas mendapatkan SIM yaaa sudahlah, saya akan ikut test lagi. Tidak mengapa pak, saya berniat untuk mematuhi aturan yang ada, meski seperti ini adanya. Diceritakannya pula tentang pentingnya SIM ini buat diri dan keluarganya. Petugas terdiam menyimak apa yang dia katakan, dan dia lalu pergi ke kantor, sepertinya dia berdiskusi dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba petugas tersebut menghampiri dan menyatakan “Bapak, anda lulus. Masyaallah……………………seakan tak percaya dia mendengarnya. Allah mengabulkan doanya, Allah mendengar pintanya, dan Allah meridhoi langkahnya. Keteguhan hatinya untuk berada di jalan Allah memberikan sebuah jawaban dengan cara yang tak disangka. Ya Allah, maafkan hamba yang berburuk sangka kepada-Mu.


Teman, kejujuran itu bukan pilihan melainkan perintah. Bertahan untuk melakukan ini bukan berarti kita akan memperoleh segalanya. Jujur bukan berarti kita akan lulus test SIM, bukan pula akan menjadi PNS, bukan juga karena jujur lalu nilai kita di sekolah menjadi baik, jabatan di kantor akan didapat dan sebagainya. Hadiah itu terlalu keciiiiiil untuk sebuah kejujuran. Namun Allah menjanjikan sebuah kemuliaan hidup dan ini tak ternilai, juga sebuah hadiah di hari perhitungan. Bukan disini. Begitu pula berbaik sangka kepada Allah, karena apapun yang sudah terjadi maka itulah yang terbaik. Allah itu Maha Baik. Percaya dan yakini. 

Selasa, 20 Oktober 2015

"Subuh"

Dia mengenalkan diri sebagai Subuh
Dan aku  memanggilnya Subuh
Entah, apa yang membuat namanya begitu
Aku pun mulai berjalan mencari tahu

Dia mengenalkan diri sebagai Subuh
Seperti kala kokok ayam dan embun pagi terjatuh
Ketika semua bergerak menyambut mentari
Semangatnya tinggi mengejar mimpi

Dia mengenalkan diri sebagai Subuh
Baginya, hidup selalu baru dan tumbuh
Tersesat, lupa, khilaf adalah manusiawi
Tak ada satu pun yg bisa menghakimi

Dia mengenalkan dirinya sebagai Subuh
Aku menjabat tangannya erat sekali
Selamat datang wahai Subuh
Sambut mentari di cerahnya pagi

#teman baruku "Subuh"






Senin, 19 Oktober 2015

Tantangan Pendaki

“Jadi kita manjat kemana nih? tanya teman yang sepertinya kangen dengan suasana pendakian. “Hmmm, entah….,cari yang dekat dan gak terlalu tinggi lah", jawab saya santai. Kondisi badan sepertinya sedang tidak oke jika harus bepergian jauh dalam waktu dekat.  Lalu obrolan berlanjut dengan kisah teman-teman pendaki yang terjebak dalam kebakaran di Gunung Lawu, memprihatinkan dan menyedihkan. Seandainya  penyebab ini semua adalah api unggun  yang belum padam sempurna seperti yang diberitakan bertambah kecewanya kami. Yaaa, ini masalah prosedur pendakian dan jangan dianggap remeh. Terlebih lagi melakukan pendakian tanpa melapor kepada petugas yang berwenang. Aah, kita sering kali tidak mematuhi aturan yang ada.

Obrolan di WA berlanjut, tentang kekuatan seorang pendaki yang bisa menaklukan puncak-puncak tinggi melawan lelah, kantuk, ataupun ketakutan lainnya. Hebat dan keren itu yang ada di mata saya jika melihat foto para pendaki belum lagi dengan latar yang sangat indah. Saya tidak mampu lagi berkelana seperti itu, banyak hal yang mulai membatasi gerak ini. Cukup bukit-bukit saja heheh.

Eeeh, tetiba teman saya bilang, "gw lewat jalan terjal sanggup yaa, tapi lewat jalan menuju masjid beratnya minta ampun". Wooow, sontak saya terkejut sepertinya selain kangen gunung dia juga kangen masjid. Obrolan berpindah dari pendaki gunung menjadi pejuang masjid termasuk pejuang subuh. Terkadang saking sibuknya dengan pekerjaan, sholat Jum’at pun dilakukan saat ujung waktu, alias terburu-buru. Kekaguman terhadap pemuda yang saat adzan subuh sudah keluar rumah bergegas menuju masjid di komplek perumahannya. Shaf yang dulu hanya berisi dua-tiga orang mulai bertambah. Penghuninya tidak lagi orang tua yang sedang menikmati masa pensiun namun mulai remaja dan anak muda.

Akhirnya dia memutuskan untuk memulai perjalanan ke masjid. Mencoba melawan kantuk, lelah serta rasa malas untuk berada di sana. Mencoba mengalirkan semangat yang dirasakan seperti dia hendak manjat.  Sepertinya yang dialami oleh teman saya ini bukan hal yang aneh. Memang nyatanya seperti itu, bersiap untuk pergi ke masjid tidak sesemangat seperti hendak memanjat. Selalu ada alasan. Terkadang juga kita sibuk mengatakan indahnya puncak, betapa kerennya dan decak kagum lainnya namun lupa dengan yang menciptakan ini semua.

Malam makin larut, obrolan harus dihentikan. Satu kesimpulan diakhir chat, kami membuat tantangan dan target, pendaki harus ke masjid. Gak ada telat lagi jika waktu sholat Jum’at tiba, dan bersiap untuk subuh ada di masjid. Siaaap??.....semoga dia mampu melakukannya. Inginnya saja sudah satu kebaikan, apalagi jika terlaksana sesuai target.

Selamat menjalankan tantangan ya bro!, saya pun bersiap dengan tantangan darimu. Bantuin sebar undangannya yaaa?...:D





Minggu, 18 Oktober 2015

"Saat Tunas Muda Bersemi"

Matahari berada di puncak ketinggian, saat kapal bertitel Miles merapat di dermaga utara Pulau Harapan, hampir pukul 12 siang. Atmosfer pulau mulai terasa. Berkemas untuk segera turun termasuk relawan Pulau Kelapa.  Meski kami ditempatkan di pulau yang berbeda namun menginap di tempat yang sama,  Kedua pulau tersebut letaknya berdekatan disatukan oleh sebuah jembatan, jadi kami bermarkas di satu pulau yaitu Harapan.
Berjalan kurang lebih 15 menit dari dermaga, sampailah kami di rumah milik Bapak Rambo. Woooooow, sejauh mata memandang nampak birunya laut dan hijaunya bakau. Lelah selama perjalanan tidak membuat kami lama bersantai. Usai santap siang serta sholat dhuhur, segera  dilakukan brifing,  konsolidasi serta persiapan untuk kegiatan berbagi dengan masyarakat di hari Minggu, sore ini.
Seperti rencana awal, maka kegiatan berinteraksi dengan masyarakat di sekitar sekolah akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu Kelompok kelas kecil (1,2,3), kelas besar (4,5,6) serta kelas masyarakat (para ibu/wali murid). Saya memilih untuk bergabung bersama relawan lain dalam kelompok kelas kecil. Brifing masih berlanjut, Kak Frans yang jago melodi, menyempurnakan lagu bertema kesehatan “7 Langkah Cara Cuci Tangan”. Horeeee… lagu berirama riang pun berhasil dibuat dalam tempo sekejap dan tentu dengan bahasa yang mudah diingat anak-anak.
Kak Ika serta teman lain merapikan gambar yang akan diwarnai. Kami mengambil tema mengenalkan makanan sehat serta perilaku hidup sehat pada anak-anak.  Sebelum jarum jam bergeser ke angka tiga, pasukan relawan dua pulau sudah berjalan menyusuri gang-gang kecil menuju SDN 01 di Pulau Kelapa. Bocah-bocah ramai berlarian, tangannya memegang buku gambar dan pensil warna, sebagian lagi nampak masih malu ketika melihat rombongan kami. “Kak Denny….!! teriak beberapa anak saat melihat sosok yang berdiri tak jauh dari saya. Kebahagiaan tersendiri tentunya ketika ingatan anak-anak ini tak lekang meski berbulan sudah terlewati. Kak Denny adalah salah satu penghuni pulau ini saat kegiatan batch#3 beberapa bulan lalu.. Oh ya, kami adalah relawan dari batch#4.
SDN 01 Kelapa menjadi muara untuk melakukan kegiatan masyarakat di kedua pulau ini. Selain letaknya yang strategis juga adanya fasilitas lapangan dan taman terpadu yang tak jauh dari lokasi. Murid-murid yang berasal dari SDN 01 Harapan, SDN 02 Kelapa bergabung bersama di SDN 01 Kelapa. Beberapa guru nampak mengantar dan berbincang dengan kami.
Kak Rona bersiap mengatur barisan anak-anak di lapangan dengan suara khas dan gayanya yang riang. Disusul oleh Kak Clara, relawan bertubuh mungil dan penuh senyum. Lagu perkenalan menjadi pembuka diantara kami.  Berputar-putar, berjabat tangan dan bersorak sorai. Kami mencoba masuk ke dalam barisan anak-anak ini.  Wajah riang dan penuh semangat nampak jelas terlihat, hilangkan rasa lelah dari para relawan yang belum sempat beristirahat.

Kegiatan pertama dimulai, duduk bersila di lapangan kemudian sibuk mewarnai. Meski  jumlahnya tidak sesuai dengan target namun tetap saja lapangan menjadi riuh oleh celoteh dari hampir 130 anak-anak Kelas 1, 2, dan 3 dari kedua sekolah. Informasi kegiatan mewarnai ini rupanya tidak sampai ke SDN 01 Harapan. Heii…, ada sekelompok anak yang mengintip dari balik pagar, ada juga yang hanya mengamati dari kejauhan. “Ayooo dek, ikut mewarnai”, ajak saya. “Gak bawa crayon kak, jawab mereka. “Oh, gak papa, ada banyak crayon kok”, ayoo sini…., tanganku yang terjulur akhirnya disambut oleh mereka. “Kak Al, minta gambar untuk mewarnai, seru saya kepada salah seorang relawan. Mereka akhirnya ikut bergabung dan asik dengan warna-warni. Beberapa relawan ikut duduk diantara anak-anak ini, bahkan Mas Fahmi memangku salah seorang anak yang sepertinya kesulitan untuk duduk bersila di lapangan. Rizky salah satu peserta yang duduk dihadapan ku sibuk dengan satu warna saja. Sudah hampir setengah lima, masih banyak yang belum menyelesaikan mewarnai gambar makanan sehat.

Kak Ika memberikan kode bahwa kegiatan harus segera beralih ke agenda selanjutnya, penyuluhan serta mendongeng. Ayooo dirapikan kertasnya, ini gambar apa??....tanyaku sambil menunjuk gambar aneka sayuran. Semua berteriak menjawab, begitu pula saat menunjuk gambar lain. Nah, ada satu gambar yang tulisannya luput dari pengamatan kami. Gambar bertuliskan ‘Milk’, dan mereka banyak bertanya milk itu apa kak? Hehehe. Selesai dengan gambar, berlanjut ke perilaku hidup sehat, contoh yang diambil bagaimana cara memilih jajanan yang sehat, kebersihan pedagang menjadi perhatian kami termasuk kuku yang panjang dan tidak cuci tangan. Wah, Kak Frans sudah bersiap dengan gitarnya, maka kami pun mulai berdendang sambil mempraktekan di hadapan anak-anak. Hanya  dua kali mengulang, adik-adik kecil sudah bisa ikut bernyanyi.
“Kak….mau lagi, “Kak…..minta lagi, teriak mereka saat kami membagikan handsrub untuk berlatih mencuci tangan. Akhirnya lagu 7 Langkah Cara Cuci Tangan mampu menyihir anak-anak tidak terkecuali para relawan. Ikut bernyanyi sambil mengerakkan tangan sesuai tahap-tahap cara mencuci tangan yang benar.
Ada 7 Langkah Cara Cuci Tangan.
Mulai dari depan hingga ke belakang
Sela-sela jari, buku-buku jari
Ujung kuku jari, jempol pergelangan
Tanganku bersih ..hai…hai..hai..
Tanganku bersih..hai..hai..hai..
Tanganku bersih hidupku jadi sehat

Irama yang riang gembira ditambah petikan gitar Kak Frans menambah sore itu menjadi penuh tawa. Tidak cukup dengan ini, Kak Ale sang pendongeng menambah tawa dan ceria dengan dongeng edukasinya. Anak-anak tiba-tiba langsung duduk tenang menyimak apa yang disampaikan Kak Ale. Semua mata tertuju kepada Kak Ale yang sore itu menggunakan batik berwarna cerah.  Tawa renyah menghiasi timpalan anak-anak terhadap pertanyaan Kak Ale. Siapa nama bapak yang di depan ini? Pale, lele, kaleng, Ale-ale. Hahah, anak-anak bebas tertawa. “Mau susu??????? Tanya Kak Ale. Mauuuuuuuuuuuu., jawaban serentak dari anak-anak. Beberapa relawan berpandangan, wah gawat…., kita tidak ada agenda bagi-bagi susu. “Ayooo angkat tangannya!, seru Kak Ale, dan semua mengikutinya.
Tepuk susu prok prok prok
Ambil gelas, ambil susu
Kasih air, aduk-aduk
Glek..glek..glek

Kami tertawa lega, ternyata susu yang dimaksud adalah Kak Ale adalah ini. Anak-anak pun tak ada yang protes meminta jatah susu, semua sudah minum susu hahaha.
Terik sudah menghilang, berganti dengan warna kemunir dari sebelah barat. Kegiatan kelas besar sudah selesai, dan kami pun mengakhiri keceriaan sore ini. Mba Novi dan Mami Ocie masih di ruang kelas berbagi dengan para ibu membuat tas dari aneka perca. Anak-anak berpamitan, esok pagi jumpa kembali di sekolahnya masing-masing. Sederhana semua yang kami lakukan, hanya mengajaknya bermain dan mencoba mengedukasi tentang sesuatu yang baik karena kami percaya mereka adalah gelas-gelas kosong yang perlu bahan untuk mengisinya. Tidak hanya batu, kerikil, namun pasir serta air pun diperlukan untuk mengisinya.
Dunia anak tak akan pernah terulang, dan bersyukur kami diberi kesempatan berbagi kata, berbagi kisah di sebuah pulau yang penuh dengan harapan anak bangsa. Berjalan beriringan kami tinggalkan halaman sekolah, menyusuri kembali jembatan Harapan dengan perasaan yang tak kalah riang dengan anak-anak tadi, sambil bernyanyi 7 Langkah yang tetiba menjadi viral, memandang hamparan bakau yang menghijau dengan tunas-tunas barunya.  Seperti anak-anak tadi, mereka adalah tunas muda yang bersemi dan akan gantikan kami. Estafet perjuangan akan tetap ada, meski mereka ada di pulau. Terima kasih para tunas muda, sore ini kami banyak belajar dari kisah yang kita buat.




Sabtu, 17 Oktober 2015

Persahabatan Dua Mahluk

Mentari pagi sudah menyapa dengan sempurna. Hari ini cerah, apa kabar hari-mu? Cerah dan indah, bukan?. Semalam saat mengalami gangguan tidur akibat segelas minuman berkafein, saya membaca beberapa lembar untuk dijadikan pengantar tidur. Termasuk satu lembar sebuah kisah tentang persahabatan dua mahluk, elang dan ayam betina. Mencoba merenungkan makna dari kisah yang ditulis dalam buku merah terbitan Rumah Perubahan pemberian seorang teman. Sederhana kisahnya, namun berhasil membuat saya berpikir mendalam, dan akhirnya tertidur tanpa sempat menutup halamannya.

Elang dan ayam, kisah ini dimulai. Meski elang bisa menerkam ayam, namun mereka bersahabat, saling berbagi makanan, menikmati perjalanan berdua.  Elang terkadang terbang tinggi dan ayam lari kencang mengimbangi terbangnya sang elang, tentu saja dengan terbang rendah dan sedikit-sedikit, karena sayapnya tak sekuat elang. 
Pada suatu kesempatan, elang dan ayam berhasil terbang, namun segera ayam minta turun karena mual serta dipenuhi rasa takut. Dua sahabat ini mendarat di sebuah kandang sapi lalu bertemu dengan hewan yang putih, bersih, gemuk, karena setiap hari makan enak. Paman Sapi mereka memanggilnya. Campuran jagung yang lezat dibagikan kepada mereka. " Ayoo makan, seru Paman Sapi.
"Elang, aku ingin tinggal di sini, lelah aku mencari makan sendiri", pinta ayam kepada sahabatnya. Setelah beberapa hari mereka tinggal di kandang tersebut.  Elang terkejut, namun karena ayam ingin melakukan itu dan tidak ingin melanjutkan perjalanan lagi maka persahabatan berakhir sudah. 

Elang melanjutkan perjalanannya, terbang tinggi, bebas, tidak berhenti meski ada badai, terkadang menukik, namun sekali waktu hanya diam memandang alam sekitarnya.  Ayam betina tinggal di kandang sapi, makan sepuas hati tanpa perlu kerja keras. Badannya menjadi bertambah gemuk dan tak lincah lagi. Tanpa perlu melakukan apa-apa semua sudah disediakan oleh pemilik kandang tersebut.  Minggu pagi, pemilik sapi ingin menyantap ayam goreng. Perbincangan tentang ayam goreng ini didengar oleh ayam betina. Waaah, aku harus kabur, batin ayam. Apa daya karena sudah lama tak berlatih terbang, serta berjalan jauh maka ayam betina ini tak mampu melakukan apa-apa, hanya berputar-putar di kandang. Petani yang tak lain sang pemberi makan menyantapnya bersama sayur bening pagi ini. Ayam goreng nan lezat. Berakhirlah hidup ayam betina di meja makan.

Tentu kisah ini ada pesan (moral story). Manusia punya pilihan, akan menjadi elang dengan menjadi seseorang yang produktif, terbiasa mengamati, belajar dan bertindak, pemberani, penjelajah, walaupun dia sendirian namun sulit untuk dikandangkan atau sekedar menjadi ayam, nyaman tanpa melakukan apa-apa, tanpa lecutan, tanpa pernah merasakan badai, tanpa mengerti kondisi di luar sana. Cukup di kandang saja, menerima dengan suka cita semua yang sudah disediakan, tanpa menyadari ada sebuah sistem yang sedang bekerja untuk melemahkannya.

Eeh......ayo, sarapannya dilanjutkan, keburu dingin deh sayur beningnya. Sssst tentu menunya bukan elang goreng kan? heheh. 

#sarapankata KMO
#1000 penulis muda


Jumat, 16 Oktober 2015

Skenario Tuhan

Merencanakan dengan baik bahkan hingga detail, namun ketika saatnya tiba tak bisa diwujudkan, tak mampu untuk dikerjakan maka perasaan kecewa pun akhirnya menghampiri. Pernah mengalami hal itu? Seperti hari ini keinginan untuk mengikuti kegiatan di Jakarta saya batalkan  gegara demam dan kepala yang terasa pusing. Ini baru hal yang sederhana, belum lagi jika rencana jangka panjang. Urusan pekerjaan, kuliah, kehidupan dan lainnya. 

Teman saya bahkan pernah mengalami hal yang lebih dahsyat , saat undangan sudah siap, gedung sudah disewa, gaun sudah disiapkan ternyata pernikahan itu terpaksa harus dibatalkan.  Kecewa sangat, putus asa, mengurung diri dan tak mau bertemu dengan siapa pun, namun akhirnya setelah mengetahui bahwa ada sesuatu yang sangat baik di balik keputusan tersebut, senyum dan rasa syukur akhirnya menghampiri. 

Skenario yang kita buat bukan skenario harga mati, sebatas rencana saja. Ada yang lebih menentukan yaitu skenario Tuhan.  Pemilik diri kita.  Tak ada satu pun yang luput dari skenarionya, tidak ada yang kebetulan, semua sudah diatur oleh-Nya. Daun yang menguning lalu jatuh tertiup angin itu pun atas kehendak-Nya. Belajar meyakini bahwa semua yang terjadi adalah skenario dari Sang Maha. Mulai menerima dengan lapang dada dan berdoa agar Tuhan memberikan sebuah jalan cerita yang indah untuk hidup kita. Bahagia tentunya ketika apa yang kita ingin wujudkan tercapai, apa yang kita tulis dalam rencan kehidupan berjalan lancar. Lalu, apakah kita akan memaki dan mengutuk diri saat semuanya tidak sesuai dengan skenario kita. Penguasa kehidupan membuatkan skenario yang berbeda dari yang kita ingin. Bisa jadi kemarahan yang ada, menjauh dari-Nya karena rasa kecewa. Tapi mari kita sadari skenario Tuhan tidak kebetulan, sudah dirancang jauh sebelum kita ada di kehidupan ini. Saya percaya akan kebaikan yang Dia berikan. hanya saja kita belum menyadarinya. Perbaiki diri dan terus meminta ridho untuk semua rencana kehidupan kita, agar datang skenario yang lebih baik, skenario yang sejalan dengan yang kita ingin. Sepakat??






Rabu, 14 Oktober 2015

Sudahlah

Pernahkah mengalami banyak orang di sekeliling menjadi "kepo" dengan hidup kita?. Bertanya tentang kebahagiaan, tentang kesedihan, tentang masa depan, tentang sikap, tentang kehidupan  dan segala hal yang menurut saya tidak perlulah semua orang tahu. Cukup orang tertentu saja yang tahu tentang hidup kita. Seandainya saya menceritakan  pun lalu anda tidak sepakat maka yang ada kemudian adalah menghabiskan energi karena saling menjelaskan.  

Bisa jadi cerita berpanjang lebar namun tak ada ujungnya, dan membuat kita ragu untuk melangkah. Terlebih menjelaskan kepada orang-orang yang sebenarnya juga tidak pernah bisa mendengar penjelasan dari kita. Banyak hal yang dilakukan karena kita paham dan mengerti dengan posisi yang terjadi pada diri kita. Berbeda dengan posisi anda.  Selama diyakini ini adalah sebuah jalan yang dipilih untuk lebih bahagia, lebih indah  tak perlu semua orang dijelaskan. Mari berfokus saja, banyak yang harus diselesaikan daripada sekedar memberikan banyak penjelasan kepada semua orang.

Saya sepakat dengan apa yang dikatakan Tere Liye, berdamai saja dengan diri sendiri. Penjelasan yang tidak perlu, tinggalkan saja. Esok lusa mungkin anda akan mengerti tentang pilihan hidup yang dipilih oleh seseorang.

#SarapanKata KMO 08
#1000 Penulis Muda



Jumat, 09 Oktober 2015

Wujudkan Cita Itu

Sambil memilah dan merapikan tumpukan kertas, saya menyalakan televisi. Langka  sebenarnya ini terjadi karena suara di radio lebih sering menemani pagi dibandingkan tayangan televisi. Mencari chanel, memindahkan remote TV menjauh dari acara sampah dan akhirnya berhenti pada kisah inspiratif. Perjalanan seorang anak desa di Banyumas mencapai bangku kuliah di sebuah universitas terbaik di negri ini. Universitas Gajah Mada. Tangan saya terhenti, tidak lagi melanjutkan membaca kertas yang berserakan, terdiam dan ada sesuatu yang menyelinap di dada, rasa haru serta bangga. Entahlah, sering kali rasa itu hadir ketika berbicara tentang perjuangan, pengorbanan serta pendidikan.

Anak desa ini sedang menuai tabungan energi positifnya. Sempat putus sekolah setelah SMP namun tak memadamkan semangatnya untuk berada di bangku kuliah. Menjadi kuli panggul di Semarang demi membantu roda ekonomi keluarga. Bungsu dari tujuh bersaudara, dan mereka hanya lulusan SD. Impian i terus tumbuh, terlebih saat dia ,mencari dan mendapatkan lingkungan yang selalu mendorongnya untuk terus sekolah, bertemu dengan orang tua asuh, memiliki teman yang kuliah di UGM pula. Artinya ketika lingkungan di sekitarnya sesuai dengan cita dan impiannya maka gerak dia pun mengarah ke sana. Lingkungan sangat mempengaruhi sikapnya.

Kegigihan dengan mencari informasi seputar beasiswa dibantu oleh teman-temannya membuahkan hasil. Lulus test dan bisa duduk di kampus idaman  dengan beasiswa terwujud. 
Anak desa ini sekarang menjadi mahasiswa, kerja keras dan energi positif yang dia keluarkan untuk orang tuanya, mencair berubah menjadi kemudahan dalam mendapatkan lingkungan dan teman-teman yang slalu menyemangatinya. Impian di masa kecil bisa berdampak di masa depan kalau kita punya kecerdasan otot (myelin) untuk menemukan pintu-pintu-Nya, pesan Rhenal Kasali di salah satu bukunya.


Kisah Insipratif di pagi hari dengan durasi hanya 15 menit dikunyah bersama dengan sarapan bubur ayam khas Cirebon.  Semangat untuk terus berada di lingkungan yang mendukung impian.

#sarapankataKMO07

Kamis, 08 Oktober 2015

Kami Rindu Oksigen


Dua minggu yang lalu, Bunda Kinan sahabat yang tinggal  di Pekan Baru berkirim kabar bahwa kondisi di sana semakin tidak nyaman. Penyebabnya adalah asap yang membuat dada semakin sesak. Putri kecilnya hanya bermain di dalam rumah.  Indeks Pencemaran Udara ( IPU ) menurutnya sudah berada pada kadar yang amat berbahaya, tidak layak lagi untuk di hirup. Bunda Kinan memahami persoalan polutan udara, beliau memiliki bidang konsentrasi di bidang lingkungan. Masker menjadi pakaian sehari-hari, namun rasanya sudah tidak mampu lagi menyaring partikel pengganggu udara ini. Kasihan Kinan, seharusnya bocah kecil bermain di halaman, berjalan sore bersama bunda tapi semua tidak bisa dilakukan, asap mengepung Pekan Baru.

Kinan yang balita, tidak bisa bermain. Adik-adik yang lain, sekolahnya diliburkan penyebabnya karena asap semakin mengepung sekolah, Tak ada lagi udara bersih dan kenyamanan dalam belajar. Saya semakin tidak mengerti kondisi ini dibiarkan berlarut, sudah hitungan bulan namun tak ada gerak nyata untuk membantu mereka dari pemerintah pusat.

Berjuta jiwa terkena dampak asap disana. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) menduduki peringkat pertama, lalu penyakit Pnemonia, Asma, dan Mata. Ahhh, tidak tega rasanya membayangkan efek dahsyat dari asap ini terhadap anak-anak, lingkungan serta masyarakat. Air bersih menjadi barang langka, konsumsi buah dan sayur harus lebih berhati-hati, dicuci dengan bersih namun apa daya air bersihnya pun sudah sulit diperoleh. Tak ada lagi tempat bermain, sekolah diliburkan. Parahnya ini terjadi bukan dalam hitungan hari atau minggu, kondisi parah ini sudah berbilang bulan.

Tersentak saat kemarin, sebuah koran nasional membuat halaman pertamanya dengan kondisi berasap. Ini bencana nasional, bukan main-main. Melayanglah pikiran ini betapa Engkau telah menggratiskan udara bersih, oksigen untuk kami semua. Di tempat lain udara bersih begitu susahnya. Kesimbangan alam di rusak oleh sebagian dari kami. Asap menjadi hadiahnya. Nikmat-Mu tiada tara. Maafkan Tuhan ku.

Pagi di sini, berbeda dengan di sana.
Tak ada yang berjalan pagi untuk bergerak
Oksigen dimanakah engkau berada
Mata kami pedih, dada kami sesak dan tak sanggup lagi berteriak.

Sekolah diliburkan, puskesmas berdesakan penuh
Kami tidak berteriak kepada presiden untuk memadamkan api.
Kami tahu, bapak presiden yang terhormat tidak mungkin membawa air berkeliling memadamkan api, tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii  seret para pelaku!! Selamatkan kami!!

Kami rindu dengan udara bersih. Kami rindu bermain lagi.

#sarapankata KMO06
#KMOpeduli
#1000penulis muda
#Noasap

Rabu, 07 Oktober 2015

Merindu Bersama Surat Ke-55

Pagi ini saya terbangun saat ayam belum berteriak lantang, alarm di handphone belum berbunyi memanggil berulang-ulang, dan saat mesin pompa air belum mengeluarkan suara berisiknya. Tugas Hp di pagi hari adalah membangunkan saya dengan suara riuh.

Hujan sebentar, iya sebentar karena hanya beberapa menit menjelang saya tidur dan ternyata sudah berhenti sebelum mata ini terpejam dan lupa akan segalanya. Berdiam diri sebentar di ujung tempat tidur, lalu perlahan melipat selimut khas Bali dengan warna hijau hadiah dari kawan saat berlibur ke sana. Menyingkirkan guling menjauh dan hiyaaaaa….keluarkan jurus anti tiarap lalu segera meluncur ke ruang kecil di sebelah. Air kran mulai bekerja agar mata ini tidak terpejam lagi. Dingin sebentar saja. Kemarau panjang membuat cuaca dingin menjauh walau di pagi hari.


Sajadah merah pemberian seorang teman saat berhaji setahun yang lalu, serta mukena ungu hadiah dari adik saat lebaran kemarin, sudah terbentang. Waktu subuh belum tiba, dan saya kangen dengan surat favorit yang dikirimkan-Nya. Membuka perlahan kitab berwarna merah jambu yang saya beli saat pameran, warnanya menjadikan saya sedikit lebih 'wanita' dan langsung mencari halaman untuk surat ke-55. Entah mengapa pagi ini saya merindu sangat dengan isinya. 

Tuhan yang maha Pengasih, menciptakan saya dengan sebaik-baiknya bentuk, membuat manusia yang diciptakannya pandai berbicara, Dia membuat sebuah keseimbangan alam yang tidak boleh dirusak oleh kita.  Jadi teringat dengan asap tebal yang dirasakan oleh saudara kita di pulau sana, entahlah siapa yang salah yang jelas para penguasa hutan itu telah berbuat hal memalukan, dibalik wajah bersihnya, dibalik pakaian mewahnya mereka berbuat hina. Membakar hutan. 
Dia, sang Pencipta menjadikan alam ini begitu indahnya dengan segala isinya. Saat kapal-kapal berlayar di lautan maka akan tampak seperti gunung-gunung, indahnya surga, buah-buahan termasuk kurma dan delima ( apa keistimewaan delima yaa, sehingga disebutkan di sini ) diceritakan hingga ke kelopaknya.  Bidadari, sungai, permadani bahkan bantal yang indah dan hijau pun ada dalam surat penuh cinta ini.
Oh Tuhanku, nikmat Mu tiada tara. Tidak ada kuasa satu pun saya mendustakan semua nikmat yang telah Kau berikan. Pagi ini saya membacanya berulang-ulang, dan beristigfar bahwa saya terkadang jauh dengan ini semua. Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Jika pagi ini saya menjumpai pagi dalam keadaan sehat, kaki yang kemaren sakit sudah pulih seperti sedia kala, kepala yang pening sudah tak saya rasakan lagi, keluarga yang berbahagia, keponakan yang lucu dan cerdas dan teman-teman yang begitu menyayangi serta sahabat yang mengelilingi hidup saya.
Maafkan, dan berkahi pagi ini. Saya bangkit dan bertakbir atas nama-Mu. 

Di surat ke-55 ini saya sering merasa diingatkan akan semuanya, tentang sebuah nikmat yang sangat dahsyat secara berulang-ulang walaupun di banyak surat yang lain pun demikian. Tapi karena ada kisah maka ayat-ayat ini lebih terekam dalam alam pikiran saya.  Jatuh cinta dengan surat ini sejak kost di Jakarta tahun 90an, berkumandang hampir setiap subuh di mushola kecil yang tak jauh dari kostan, dan saya mencarinya lalu mengenalnya, mencoba lebih memahami setiap perkataan-Nya. Seperti pagi ini, menjadi obat saat merindu,

Bagaimana dengan kamu?.


Selasa, 06 Oktober 2015

Turbulensi Kehidupan

Kencangkan sabuk pengaman, jangan panik dan tetap di tempat!. Begitu kira-kira pesan peringatan ketika kita mengalami guncangan tidak menyenangkan saat bepergian dengan pesawat. Mungkin saat itu pesawat sedang mengalami turbulensi. Pada tingkat tertentu yang cukup parah, tentu turbulensi ini membahayakan keselamatan. Rasanya tidak asing dengan istilah turbulensi jika kita bicara tentang pesawat, tentang penerbangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, turbulensi adalah sebuah gerak bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir. Sebuah ketidakberaturan itulah inti dari turbulensi menurut saya.
Hal ini bisa saja kita alami dalam perjalanan kehidupan. Saat merasa sisi kiri kanan sempit, tidak stabil, membuat limbung dan hampir membuat kita terjatuh, saat merasa tubuh ini bergetar terhadap apa yang terjadi, tidak nyaman dan bisa juga terjadi kepanikan. Saya memberi sebutan kondisi seperti ini adalah sebuah turbulensi kehidupan. Kejadian ketidakberaturan, ketidakstabilan yang dialami karena hadirnya faktor dari dalam maupun luar diri kita. Lingkungan sekitar, atau pun dari dalam diri menjadi penyebab peristiwa hidup seperti ini. Bukankah pesawat mengalaminya saat cuaca tidak bersahabat, lalu tekanan berbeda dan kondisi alam lainnya.
Pijakan harus diperkuat, cara berpikir harus diubah, kreativitas mesti diasah dan energi harus dikeluarkan agar tercapai kembali sebuah keteraturan. Turbulensi kehidupan bukanlah hal yang harus ditakutkan, namun dinikmati karena didalamnya kita akan merasakan sebuah lompatan-lompatan energi yang tinggi. Jika seorang pilot pesawat menyatakan bahwa turbulensi adalah bagian dari terbang, maka saya beranggapan bahwa turbulensi juga bagian dari kehidupan. Tidak nyaman namun akan bergerak menjadi nyaman, tidak stabil dan akan bergerak ke arah yang lebih stabil. Energi positif biasanya akan melompat dengan dahsyat dalam sebuah ketidakberaturan. Semakin dekat dengan-Nya, merasakan rasa syukur yang dalam dan hidup akan terasa lebih hidup. Mari hadapi dengan tenang jika saat ini anda sedang mengalaminya. Yakini saja, kestabilan akan tercapai jika kita bergerak dan terus bergerak mengeluarkan energi. Tidak berbahaya, akan membuat hidup menjadi lebih hidup. Semangat pagi, Seberkah pagi anda semua untuk hari ini yaa :)
‪#‎SarapanKata‬ KMO05, belajar merangkai aksara

Minggu, 16 Agustus 2015

Terkenang Kolam Raksasa di 365 Hari Yang Lalu

365 hari yang lalu, di malam yang sangat pekat karena tak tak ada aliran listrik, aku bermalam di pulau kecil yang terpencil dengan aliran listrik yang terbatas, pulau ini merupakan daratan yang paling dekat dengan Gugusan Krakatau dan turut menjadi saksi kedahsyatan letusan besar Krakatau tahun 1883. Pulau Sebesi, nama pulau yang aku tinggali selama semalam. 
Berdasarkan hasil googling nama Sebesi kemungkinan berasal dari bahasa Sansekerta, Sawesi (Savvesi).
Malam yang tak panjang, karena sebelum pukul tiga dinihari kami sudah harus bangun bersiap untuk mengarungi samudra menuju anak Gunung Krakatau. Mengejar matahari yang akan terbit disana. 

Tidur saat mata belum mengantuk, karena baru saja menyaksikan malam peringatan hari kemerdekaan di pulau ini, sambil santap malam. Namun mata harus terpejam agar esok tidak perlu mata lelah apalagi mengantuk. Suara alarm dan panggilan dari pintu pagar membangunkan kami. ‘Tolong nyalakan lampunya kak, pinta saya karena gelap sekali. "Dek, jatah lampu menyala sudah habis”, jawab kaka cantik. Masyaallah…,aku lupa, di pulau ini lewat dari pukul 12 malam maka listrik akan padam. Dalam gelap kami berkemas, sinar dari lampu senter tak begitu kuat. Kaos kaki, jaket dan tas kecil sudah siap. “sudah siap?....teman-teman lain saling bertanya. Bismillah, pintu kami buka dan ternyata suasana di luar rumah lebih mengasikkan, semua bergegas keluar dari home stay, menuju pantai. Begitu pula aku dan teman-teman.
kondisi setelah porak poranda
Belum pukul empat pagi, kami semua dipastikan sudah masuk ke perahu atau kapal yang akan membawa kami ke Anak Krakatau. Langit cerah, tak ada hujan. Besok pagi bendera akan berkibar disana. Kolam raksasa akan kami arungi, tak ada rasa khawatir atau rasa was-was sedikit pun, karena seharian tadi saat kami bermain ke Pulau Sebuku, Pulau Umang semuanya Nampak bersahabat, ombak dan angin menyambut kami dalam ketenangan. Semua sudah dalam posisi yang nyaman, angin laut terasa sangat dingin, berdoa sesaat sebelum akhirnya kami berangkat. 
saat ombak siang bersahabat
Temanku Tongbro dan Mikha sudah di atap, begitu pula kaka cantik asik berbincang menatap lautan. Sarapan berupa nasi uduk dan telur yang sudah ada di tangan kami perlahan di buka. Waktu subuh belum sampai, aku dan teman-teman sudah membuka sarapan, tawa dimulai saat kami bergeser-geser mencari posisi yang nyaman. Dekat saya ada mbak Dian, Pipit, Cikwen, Bang Derry dan di ujung ada Bang Indra teman seperjalanan. Di  sisi yang lain ada kak Dewi, Ocha, Bang Zul dan lainnya. 

Suapan pertama sudah mulai bergerak ke lambung, dan tiba-tiba, kapal bergoyang. Pelan lalu mulai kencang, angin menyambut kami dengan amukan, ombak pun seakan dibangunkan dari tidur malamnya karena suara mesin kapal kami. Kapal oleng bertambah kencang, Nahkoda melaju tanpa lampu. Langit malam yang awalnya cerah mulai menurunkan beban air di awan. Teman lain sudah mulai berteriak, aku hanya diam lalu mencoba berganti posisi tidak lagi duduk, namun tiduran di sela- sela teman yang lain. Rasa takut sangat menyelimuti diri saya di pagi itu, gelap sangat gelap. Dzikir, tahmid mengalun dari mulut kami sejadi-jadinya, teriakan Allahu Akbar pun terdengar. Ombak mengganas, badai datang. Aku sudah tak ingat siapa-siapa lagi, mataku terpejam. Ya Allah selamatkan kami ya allah. begitu kecil kapal beserta isinya di kolam buatan-Mu ya Allah. Satu persatu teman kami mulai mengambil pelampung orange. Saya masih memejamkan mata, hanya mendengar suara minta pelampung, lalu suara teman lain yang sama-sama ketakutan. Saya tidak berani melihat dahsyatnya badai itu menghantam kapal kami. Rasanya kapal ini berubahseperti layaknya  permainan Kora-Kora di Dufan sana, kadang tinggi lalu tiba-tiba turun dan oleng. Entahlah apa yang ada di benak teman lain, saat itu yang ada di kepala saya adalah saya dan teman-teman harus selamat, saya tidak ingin tenggelam disini ya Allah, begitu terus pinta saya. Terbayang wajah ibunda, wajah kakak dan adik saya, terbayang wajah teman-teman, Ya Allah hamba takut sekali. Teman kami yang ada di atas atap kapal, benar-benar merasakan dan melihat bagaimana ombak mengamuk mempermainkan kapal kecil ini, dengan para penghuninya yang benar-benar pucat pasi. Berpegangan kepada tiang atap kapal. Tak ada lagi senda gurau, yang terdengar adalah lantunan ayat-ayat Allah untuk melembutkan ombak, dan hujan. Goyangan oleh gelombang membuat isi perut pun ikut keluar. Muntah yang tak cukup sekali. Lama sekali rasanya aku berada di samudra ini, dimanakah bibir pantai. Tak Nampak kah oleh nahkoda.

pelaku :D
Dan saat sinar mulai menerpa lautan, maka gelombang di lautan perlahan turun. Jaket dan semua pakaian basah tersiram air yang masuk ke dalam kapal saat dimainkan gelombang, tak peduli dengan sinar orange yang perlahan naik, aku dan teman-teman langsung sujud syukur dan memuji nama-Nya karena akhirnya berhasil menginjakkan kaki di bibir pantai ini, di kaki Anak Gunung Krakatau dengan pasirnya yang hitam. Beberapa teman masih lemas, setelah mengeluarkan isi perutnya berkali-kali. Mual, pusing baru saja berakhir. Sesaat aku dan beberapa teman hanya duduk memandang kapal kecil itu. Setelah semua jiwa kembali masuk ke dalam tubuh,   akhirnya aku mulai mencari matahari yang sudah mulai tinggi, dan bergegas masuk ke dalam kawasan Cagar Alam Krakatau. Pelan-pelan mulai mendaki anak Gunung Krakatau, sebuah gunung yang aktif, yang saat ini mucul di permukaan laut dengan ketinggian kuran lebih 300 mdpl. Sambil berjalan melewati hutan kecil, aku membayangkan Krakatau yang meletus di tahun 1800an dengan dahsyatnya.

Keindahan pulau sebuku, sebesi, umang dan lainnya Nampak jelas saat aku memandangnya dari puncak. 
Terbayar sudah rasa takut yang melumuri tubuhku subuh tadi. Saat aku dibuat diam tak berkutik selama perjalanan. Maha Suci Engkau Ya Allah, semuanya indah. Itu yang keluar dari bibirku saat berada di puncak melihat indahnya, tenangnya lautan, yang mengelilingi pulau-pulau itu. 
Puas mengambil gambar, dan tak lupa berfoto dengan bendera karena hari itu tepat tgl 17 Agustus, kami merapat melakukan upacara kecil. Mengingat sedikit perjuangan para pendahulu kami. Teksturnya tanah yang berpasir dan berbatu membuat aku sempat terjatuh beberapa kali saat kaki bergerak turun. 




Hari belum siang, namun matahari sangat puas memancarkan sinar teriknya. Rencana mengitari anak gunung dibatalkan, dan kami sepakat mengamininya karena ombak untuk berputar cenderung belum tenang. Batalkan saja pinta kami. Lebih baik ke Legon Cabe, untuk melihat alam bawah lautnya, tepat di bawah gunung Rakata. Rasa khawatir masih ada dihati kami, jika harus berlama-lama di kapal kecil ini.
sayonara



lelaaaaaah
Bergerak kapal kami meninggalkan Krakatau, Cikwen yang berada di sebelah sudah tidak merasa mual. Maka kami pun siap bersenang-senang. Dan Wooooooow indaahnya, ketika nahkoda mulai mematikan mesinnya, tepat di bawah kapal, aku dapat melihat dengan jelas ikan berwarna warni berkeliling di antara terumbu karang. Tanpa perlu menyelam aku dan teman-teman berdecak kagum menyaksikan ini dari atas kapal. "Ayoooo turun, "Bang Indra dan Derry bersuara. 
'Aku gak bisa berenang", jawabku. Gak pa-pa, semua gak ada yang bisa berenang, dan aku tahu dia berdusta hahaha. Cik turun yuk, ajak aku mencari teman. "Mikhaaa......, aku mau turun tapi pegangin yaa, teriak aku memanggil Mikha yang sudah asik bermain dengan ikan. 
Mas Rudi memberikan aku botol plastic berisi makanan ikan untuk disemprotkan saat aku turun nanti. Yesss….berani, batinku. Maka ku kenakan pelampung berwarna cerah itu dan byuuuuuur. Cikwen pun begitu. Lalu aku mulai merasakan kesukaan saat mata ini menatap ikan-ikan aneka warna berputar disekitar tubuhku. Senang sangat. 

kolam bercampur

Tetiba Cikwen naik lagi ke perahu, pusing katanya. Aku masih asik memberi makan. Tapi mengapa…..,saat aku tidak menyemprot botol ini ikan-ikan tetap berkumpul di sekitarku, ada makanan lain rupanya. Olahan lembut hingga ikan-ikan menyukainya. Aku tidak memperhatikan siapa yang memberi makan dari atas kapal. Semakin banyak ikan berkumpul di sekitarku, dan aku mendongak ke arah kapal. Aku langsung menjadi mual dan berteriak, cikweeeeeen…..jangan muntahin ke bawah.  Hentikaaaaaaaaaaaannn!!!
Ternyata ikan-ikan berkumpul dekatku karena tepat dari atas isi perut cikwen di keluarkan, dan aku berenang-renang di dalamnya. Haduuuuuuuuh, geuleuh dan entah apalagi yang ku rasakan, cik wen masih saja menumpahkan ke dalam lautan dan langsung disambut oleh ikan-ikan yang sepertinya sangat suka dengan nasi uduk olahan lambung cikwen sedari subuh tadi. Aku buru-buru menepi lalu mencari daerah yang bersih sambil menghilangkan rasa mual yang tiba-tiba datang. 
Bergegas naik ke kapal dan terbahaklah semua melihat aku dan cikwen berpandangan sesaat. Wajahnya pasi, mungkin banyak yang dikeluarkannya, urung tanganku mencubit pipinya. Mencoba membantunya agar tak mual lagi. Biarlah persoalan isi perut ini akan saya selesaikan lain waktu hahahahha. Rasanya ingin berendam cepat- cepat jika mengingat tentang kolam ikan ini beserta makanan halusnya. Ya begitulah aku dan dia, kadang terjebak dalam kekonyolan dan kebodohan yang membuat aku tersenyum saat mengingatnya di lain waktu. Dan saat tgl 17 ini, tepat 365 hari yang lalu, saya jadi ingat lagi tentang rendaman mujarab itu.
Menjijikan, menggelikan namun juga menjadi sebuah lintasan kecil yang susah untuk dibiarkan begitu saja, tetap ada di lipatan memori ku. Cikwen aku belum membalasnya yaaa. Ingat itu hahaahaahaaha.
Usai berendam dalam kolam raksasa, maka kami kembali menuju Sebesi dan bersiap untuk pulang. Mengarungi samudra kembali, namun kali ini lebih rileks karena tidak berlayar dalam kegelapan. Cikwen masih juga membuang olahan makanan lewat mulutnya, mbak Dian sudah tidak lagi. Sampai di Dermaga Canti, menyempatkan untuk makan karena perjalanan masih cukup jauh. Suasana sore itu berbeda tidak seperti saat pagi kemaren. Tidak ada lagi penjual pete dan pisang yang berlimpah. Semua bergegas mengejar kapal, dan berharap mendapatkan tempat yang nyaman seperti saat hendak berangkat, dan lagi-lagi kami bertemu dengan banyak pasukan ber-ransel bisa jadi ini kelompok yang sama-sama saat awal berangkat.

saat berangkat



  


 Dan malam ini, 365 hari yang lalu membuat aku menjadi berkurang keberanian berada di kapal kecil untuk menyebrang. Hingga akhirnya aku mengalaminya lagi saat berada di Green Bay/ Teluk Hijau. Dan yang lebih parah, entah mengapa setiap melihat pelampung di kolam raksasa itu yang ku ingat adalah aku pernah ada disana, berendam dalam ramuan spesial hasil olahan si mungil bermata sipit.

Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiikkkkkkkkkkkkkkkkkk,tunggu pembalasanku