Minggu, 21 Desember 2014

Dan Aku Memanggilnya Ibu

Tepat 40 hari setelah kepergian emak, maka saya menjadi  seperti  anak ayam yang kehilangan induknya. Tidak  tahu harus berbuat apa serta bagaimana menjalani hari-hari selanjutnya. Tidak ada emak, itu yang ada dibenak. Apa yang akan saya lakukan?
Beruntungnya saya karena setelah emak pergi saya masih memiliki ibu. Ya saya menyebutnya demikian Beliau tidak melahirkan saya tapi saya merasa selalu menjadi bagian dari keluarga kecilnya. Jangan tanyakan tentang kasih, serta perhatiannya.  Ibu benar-benar memegang teguh janjinya untuk menjaga aku dihadapan emak saat menit-menit Malaikat Izroil mulai mendekati emak

Malam ini saat saya menuliskan huruf-huruf ini, hujan turun dengan deras. Hp saya tak berbunyi karena saya ada dirumah. Jika saat hujan turun dengan derasnya dan posisiku masih di tempat kerja, maka sms pastilah berbunyi….”tat, hati-hati ujan. Pake jas ujan, jangan ngebut banyak lubang. Singkat namun dikirim dengan tulus, padahal sudah saatnya jam tidur.  Itulah ibu.
Belum lagi masalah makan.  Saya  termasuk orang yang sering telat makan, bahkan malas untuk makan saat dirumah terutama jika sedang banyak tugas. Pergi keluar membeli makan saat sudah masuk rumah itu maleeees banget, biasanya nahan laper diganti susu. Maka selain sms mengingatkan untuk makan, seringkali di pintu pagar sudah ada bungkusan berisi nasi, lauk, sayur, buah yang sudah dipotong dadu plus note kecil..’tolong dihabiskan”.  Ibu juga sering mengirimkan paket makan siang kalau kami lama tak bertemu, teman-teman  di tempat saya bekerja pun mengenalnya sebagai sosok yang sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Nikmat Tuhan Mana yang aku dustakan?. 
Saat  subuh tak jarang  masih sempat membangunkanku agar tak kesiangan sholat subuh terutama saat ibu tau semalam aku habis kerja lembur. Itu saja??....banyak lagi. Pernah saat hujan besar  ibu sangat khawatir aku terjebak banjir jika pulang dengan motor, dan aku meyakinkannya bahwa akan pulang dengan Taxi, tapi ternyata tepat jam 10 malam ibu sudah parkir depan lobby RS hanya untuk mengantarkanku pulang. 
Seharusnya aku tidak lagi merepotkan ibu dengan hal-hal tersebut, tapi kemandirianku terkadang rapuh saat aku harus melakukannya semua sendiri. 

Oya..,dulu saat emak ada maka setiap hari ulang tahun saya. emak akan masak nasi kuning walaupun sedikit lalu membagikannya kepada beberapa tetangga dalam piring-piring kecil, dan kebiasaan itu dilanjutkan oleh ibu, membuat nasi uduk, kue tart bahkan tumpeng disetiap momen bertambah umur.  Kado-kado kecil selalu hadir dipagi itu, termasuk ketika hari raya tiba, maka kado lebaran plus kartu pasti diletakannya di meja kamarku. Tak pernah terlewatkan, meski usia terus bertambah namun ibu tak mengurangi kebiasaannya. Ucapan, pelukan serta doa dipagi hari akan diuntai oleh ibu bersama dengan sarapan pagi.

Saat aku memutuskan untuk kuliah, maka akhir pekan tidak lagi menjadi kegiatan makan bersama. Biasanya sabtu atau minggu pagi diisi dengan sarapan tempe mendoan/tempe bakar, sayur bayam dengan wortel dan tentu saja sambel kesukaan ibu. 
Maka dengan kesibukanku yang setiap hari jumat-minggu di jakarta membuat seminggu….dua minggu..bahkan tiga minggu aku tidak berjumpa dengannya. Tapi sms, note kecil, bekal makan selalu hadir. Jadwal kerja yang sering tukar dines, tukar libur membuat aku dan ibu makin jarang bertemu. 
Berangkat kuliah disubuh buta, menunggu bis diujung gang rumah, saat gelap dan sepi tiba-tiba ibu sudah ada di halte itu dengan susu panas dan sekotak sarapan pagi. Bertambahlah pesan dan bekal saat aku harus menjalaninya di Ramadhan, karena berbuka di jalan, sahur dikostan dan tentu saja ibu yakin aku terkadang malas untuk makan. Ahh...aku sedih mengingat itu semua. Beberapa bulan lalu saya sudah lulus kuliah, namun saya belum memberikan arti yang berbeda kepadanya. Begitu banyak kasih yang ibu berikan, dan aku belum membalasnya, bahkan mungkin tak akan pernah bisa. Ibu juga yang melakukan kebiasaan emak saat masih ada. Berpuasa saat aku ujian, berdoa lebih panjang diatas sajadah itu saat aku bercerita bahwa aku ada masalah entah masalah pekerjaan ataupun saat  tugas kuliah yang tak kunjung selesai, atau saat tiba-tiba melihat aku bersedih. 

Dan ternyata akhir tahun ini tujuh tahun sudah aku didampingi ibu. . Tentu dalam perjalanan waktu 7 tahun ini tubuh saya tidak selalu sehat, pernah kena types yang mesti bedrest, pernah jatuh dari motor karena menyalib  bis dan salah perhitungan sehingga terpental, pernah demam tinggi, dan ibu adalah orang yang pertama kali sibuk untuk ke dokter, bawa nasi tim, beliin buah plus susu beruang bahkan ibu juga yang merawat saya ketika saya gak mau dirawat inap, tapi memilih istirahat dirumah. Ibu selalu menjadi orang pertama yang ada di handphoneku saat seperti itu. 

 Oya…kalo ibu pergi jalan-jalan atau keluar kota maka oleh-oleh sudah pasti aku peroleh.  Dari makanan kesukaanku sampai pernak pernik yang aku suka ibu tahu banget. Bros cantik, blus unik, tas casual bahkan buku menjadi oleh-oleh dari ibu. Beliau hapal sekali dengan semua yang kusuka bahkan hingga detailnya. 
Hingga hari ini, saat usia saya terus bertambah ibu tidak mengurangi perhatian maupun kasihnya. Walau kesibukan kami membuat jarang bertemu. 

Hal yang paling menyedihkan adalah saat ibu sakit, dua tahun lalu lutut ibu bermasalah, pertumbuhan tulang rawan serta kurangnya cairan di tempurung membuat ibu susah berjalan. Tak tega rasanya melihat ibu berjalan terseok-seok, tak mampu lagi bawa mobil, berjalan cepat. Semuanya harus pelan-pelan, bahkan ibu sudah tidak ke dapur lagi karena ibu gak kuat berdiri lama-lama depan kompor. Kesedihan bertambah saat dokter bilang harus operasi. Tapi bukanlah ibu jika tidak mempunyai semangat yang kuat, ibu mencari dokter lain hingga Jakarta, menjalani terapi berkali-kali dalam seminggu, rajin minum obat, dan mulai mengurangi aktivitas. Ibu tidak lagi jogging, tidak lagi aerobic, ibu hanya berenang. 
Sediiiiiih rasanya saat kami menyaksikan pameran/ festival di Monas (aku waktu itu pingin banget liat festival tsb) ibu tidak banyak berjalan, hanya duduk menyaksikan pawai festival kerajaan. Saat ibu harus sholat di Istiqlal dalam keadaan duduk, aku tidak menangis dihadapannya. Namun sebenarnya seddiiih tiada tara. Tenaganya habis untuk kami semua. Nah....ini foto ibu waktu liat festival kerajaan di Monas. Kesampean juga akhirnya saya ke Monas :)

Ibu itu bagi saya tidak hanya supel, pintar masak, pintar berkomunikasi, pintar bertutur dengan tulisan, lincah, gesit, namun juga ibu itu atlet, serius loh….ibu suka banget berolahraga, jangan kaget menemui beliau di kolam renang pukul 06 pagi saat saya masih ditempat tidur. Saat emak masih ada, ibu juga yang mengurus sekolah, ambil raport dsb,dan tugas itu terus berlanjut sampai kemaren waktu lulus kuliah, wisuda sampai sumpah profesi. Apa yang sudah saya berikan untuknya? Belum ada. Ingin ibupun tak kunjung saya penuhi. Ibu ingin saya segera menentukan dengan siapa akan berbagi kehidupan, ibu ingin saya tak lagi sibuk dengan berbagai kegiatan tapi mulai menata kehidupan. Ya..walaupun itu keinginannya, ibu tak pernah memaksa. Sekedar berbagi ingin, selebihnya ibu banyak berdoa untuk semua kebaikan saya. Ada pesan ibu beberapa bulan lalu, mengingatkan saya sebagai perempuan yang jika terpaksa dan harus memilih maka akan lebih damai ketika dicintai oleh pasangan kita daripada kita yang mencintainya. Ibu sepertinya punya indra ke-enam karena berpesan seperti itu. Maaf, yaa ibu,  jika 9 hari lagi saat matahari menyapa di tahun 2015, saat usiaku mulai bergulir maju lagi, saat semua beranjak menuju perubahan, saya belum bisa melakukannya. Tapi saya akan terus berusaha memberikannya untuk ibu, walau saya tak tahu kapan terjadinya. 

Bulir-bulir bening terus berjatuhan saat saya menuliskan ini, terbayang wajah ibu dari 7 tahun yang lalu saat saya masih memanggilnya dengan sebutan teteh, lalu berubah menjadi ibu, karena beliau ini adalah kakak tertua saya. 
Dengan semua yang diberikan_Nya, pantaskah saya merasa tidak beruntung dalam kehidupan ini dengan semua yang telah terjadi. Sekali-kali tidak. Walau kadang rasa itu melintas, maka saya cepat-cepat memangkasnya, menikamnya. Saya adalah manusia beruntung, tidak ada kata sepi meski melewatinya sendiri. Semua begitu menyayangi saya, sapaan pagi hari selalu ada. Putra-putrinya diajarkan untuk sopan terhadap bule-nya.

Ibu slalu hadir kapanpun saya membutuhkannya. Tidak hanya untuk saya tapi kami semua lima bersaudara plus tujuh generasi penerus cucu nenek kakek yang mulai besar. Waah tak terbayangkan jika saya tidak mempunyai ibu, mungkin hidup saya tidak akan berjalan normal seperti sekarang. walau saya tidak pernah meminjam ruang di tubuh ibu, namun peran ibu menemani tujuh tahun ini teramat sangat berarti.
Untuk semua yang telah ibu lakukan, untuk semua ingin yang belum terpenuhi, maka saya hanya bisa membuat untaian doa, mengirimnya ke langit agar Arasy terguncang dan mengabulkan pinta kami semua. Sehatkan ibu, panjangkan usianya, dan selalu semayamkan rasa bahagia disetiap detik kehidupannya. Aamiin. "selamat hari ibu" 

2 komentar:

  1. Aamiin Ya Robbal Alamin.. Speakless :)

    BalasHapus
  2. aamiin....sedikit cerita tentang penolongku slama ini..
    tapi katany ndak mirip aku yaaa

    BalasHapus