Selasa, 31 Desember 2019

Cegah Resistensi dengan Bijak Gunakan Antibiotik



“Saya sudah sembuh, jadi obat antibiotiknya tidak dihabiskan,” kata seorang teman saat ditanya mengapa ada obat sisa di rumahnya. Lalu dia pun bercerita bahwa sisa obat tersebut disimpan untuk persediaan.“Saya cocok minum obat ini.” imbuhnya lagi. Obat sisa tersebut akan digunakan jika sewaktu-waktu sakitnya kambuh, jadi tidak perlu ke dokter lagi.

Hal serupa banyak kita jumpai di masyarakat. Bahkan penggunaan antibiotik tidak hanya untuk penyakit infeksi. Flu, alergi, sakit kepala bahkan nyeri otot, diobati sendiri dengan antibiotik. Seakan menjadi obat wajib untuk semua penyakit. Alasan utama bagi mereka, “dengan antibiotik jadi lebih cepat sembuh.”
Saat dijelaskan bahwa obat tersebut tidak bisa diberikan tanpa resep dokter maka jawaban mereka, “saya sudah biasa minum obat ini dan sembuh,” dengan nada tinggi pula.

Tepatkah menggunakan antibiotik dengan cara seperti itu?

Penggunaan antibiotik tanpa pengawasan dokter dan apoteker memang terjadi meluas. Edukasi bahaya yang disebabkannya mulai bergaung. Akibat yang paling banyak terjadi adalah resistensi antibiotik. Apa, mengapa dan bagaimana antibiotik tersebut digunakan, mari kita lanjutkan dalam bahasan kali ini.

Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lain. Bekerja dengan merusak dinding bakteri, sehingga bakteri penyebab penyakit tersebut mati. Tentu ada dosis tertentu untuk membuat dinding itu rusak. Jika dosis yang digunakannya kurang maka bakteri tersebut tidak mati, malah menjadi semakin kuat. Inilah yang disebut dengan resistensi antibiotik. Alih-alih mematikan bakteri kok malah membuatnya menjadi semakin kuat.

Mengapa terjadi resistensi antibiotik? Seperti yang telah disebutkan, bahwa dosis yang tidak teapt dapat menjadi salah satu penyebabnya. Hal  ini terjadi ketika antibiotik tidak dikonsumsi sampai habis. Begitu gejala berkurang, atau hilang, sebagian orang menghentikan konsumsi obatnya. Termasuk obat antibiotik. Penggunaan antibiotik yang diminum tidak tepat waktu pun ikut menyumbang terjadinya resistensi ini. Penggunaan antibiotika dihitung berdasarkan waktu sehari semalam yaitu 24 jam. Jika dilabel obat tertulis dua kali sehari, bukan berarti obat ini digunakan pagi dan sore hari. Tapi dalam 24 jam dikonsumsi sebanyak 2x.  Jadi seharusnya diminum tiap 12 jam. Perhatikan aturan pakai yang sudah dijelaskan oleh apoteker. Belum lagi ketidaktepatan penggunaan antibiotik sesuai dengan penyebab penyakit yang dideritanya.


Antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang penyebabnya adalah bakteri. Ingat, tidak semua penyakit harus diobati dengan antibiotik. Jika penyebabnya adalah virus maka tentu tidak akan efektif jika menggunakan antibiotik.
Mengapa resistensi antibiotik itu berbahaya dan  harus dicegah?
Jika suatu hari Anda sakit dan mendapatkan antibiotik lalu tidak dikonsumsi tepat waktu , tidak tepat penggunaan, serta  tidak tepat dosis ,  maka bakteri penyebab sakitnya menjadi resisten. Kemudian ketika  suatu saat Anda sakit lagi, maka bakteri tersebut sudah tidak mampu lagi ditembus pertahanannya oleh antibiotik yang sama seperti sebelumnya. Semakin resisten, tentu dibutuhkan antibiotik dari kelompok yang berbeda, dengan kemampuan yang lebih mumpuni sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang semakin kuat.

Hal ini akan berakibat pada harga obat yang  semakin mahal dan bisa jadi penyakitnya pun menjadi lebih berat. Waktu untuk penyembuhan akan semakin lama, bahkan bisa terjadi kematian. Kerugian akibat ketidaktepatan ini tidak saja  berkaitan dengan faktor ekonomi namun terkait juga dengan kualitas hidup. Hal lain yang dikhawatirkan adalah keberadaan antibiotik. semakin banyak bakteri yang resisten, dan antibiotiknya semakin langka, maka diperlukan antibiotik jenis baru untuk mengatasinya. Hal ini mmbutuhkan waktu penelitian yang sangat lama juga biaya riset yang tak sedikit. Ketika jatuh sakit dan membutuhkan antibiotik, tidak ada jenis antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Infeksi akan mudah menyebar,mengakihatkan kematian.

Oleh sebab itu, mari kita sama-sama menjaga penggunaan antibiotik yang tepat. Kita bersama mengurangi terjadinya resistensi antibiotik. Hal yang bisa kita lakukan untuk ini adalah selalu mengingat aturan tentang penggunaan antibiotik baik untuk diri sendiri, lingkungan terkecil atau keluarga, juga masyarakat.
Aturan 3T  ini memudahkan kita untuk mengingatnya, yaitu:
  1. Tidak membeli antibiotik tanpa resep dari dokter
  2. Tidak menyimpan antibiotik untuk persediaan, jadi selalu dihabiskan. Tidak ada sisa obat antibiotik
  3. Tidak memberikan antibiotika sisa kepada orang lain.
 Jika kita bijak dalam menggunakan antibiotik, harapannya adalah kita ikut mencegah terjadinya resistensi, juga menyelamatkan generasi penerus dari kelangkaan antibiotik serta hal lain yang  merugikan. Jangan ragu ya, untuk bertanya kepada apoteker seputar informasi penggunaan obat.


Yuk, dicek kotak obatnya!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar