Sabtu, 02 Mei 2015

#1_ DiSitu Kami Merasa Sedih

Masih dalam suasana May-Day, hari dimana buruh mengekspresikan tuntutannya, mengekspresikan inginnya dalam waktu bersamaan dari ujung barat hingga timur. Saya jadi ingin menulis sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Bukan sebuah tuntutan  namun berbagi informasi seperti apa pekerjaan ini dibalik layar :)

Sssst…, apakah banyak teman-teman yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan konsumen?? Sepertinya banyak ya, ada yang konsumennya anak-anak, orang tua, ada yang general tidak memandang usia, ada yang dihadapinya konsumen dalam kondisi tidak sehat alias sedang sakit dan sebagainya. Nah, saya adalah seorang pekerja yang konsumen terbesar saya adalah mereka yang sedang sakit, kami sering memanggil dengan sebutan ^pasien^. Tempat bekerja saya adalah tempat terakhir disebuah siklus jika teman pergi ke dokter. Jadi jika  teman-teman  datang ke dokter untuk konsultasi kesehatan lalu mendapat selembar resep maka ditempat pengambilan obat itulah saya berada. Yup benar, saya bekerja di apotek.. Tempat dimana pasien datang untuk membeli obat (sebagian besar seperti itu).  Bekerja sebagai seorang farmasis, dan profesi ini tidak sepopuler tenaga kesehatan lainnya.

Berhadapan langsung dengan konsumen tentu banyak cerita ya, dari suka maupun duka. Terlebih yang kita hadapi adalah orang sakit, yang bisa jadi emosinya tidak stabil karena sedang menahan nyeri ditubuhnya, menahan rasa sakit dikepala, giginya baru saja dicabut, tekanan darahnya sedang tinggi atau bisa jadi sedang pusing karena biaya obat yang menguras kantongnya. 
Nah…karena hal-hal tersebut, mungkin saja rasa sabar mereka juga berkurang. Kita sangat memahami itu. Menunggu antrian saat menebus resep pasti akan terasa lamaaaaa.  Bahkan untuk duduk dikursi tunggu yang cukup nyaman pun menjadi hal yang berat. Mereka lebih memilih berdiri untuk menunggu.Bolak balik didepan kami sambil berkali-kali bertanya.

Mengapa terasa lama? salah satunya karena mereka sudah melewati beberapa antrian sebelumnya seperti mengantri saat mendaftar ke dokter, lalu mengantri lagi saat hendak masuk keruang dokter untuk diperiksa, atau ikut mengantri untuk periksa ke laboratorium. Berapa lama mereka sudah menghabiskan waktu sebelum sampai ke apotek?, jawabnya cukup lama.  Lhaa…kok tau sih??...ya karena sayapun pernah menjadi pasien. Menunggu adalah hal yang tidak mengenakkan. Dari pagi sudah ada di klinik ataupun rumah sakit, namun sampai dengan siang masih harus mengantri diapotek. Mungkin juga sedari sore antri di klinik, jam 9 malam masih juga melanjutkan antrian diapotek.
Atas dasar itulah kami berusaha untuk selalu menyegerakan resep yang masuk, misi kami adalah obat sampai ke tangan pasien tidak hanya cepat namun juga tepat. Tepat segalanya (ntar dibahas dalam tulisan yang beda yaa tentang ketepatan ini). Tapiiiii yaaa itu tadi, niat kami untuk menyegerakan bukan berarti mengesampingkan hal-hal penting yang harus pula kami lakukan. Bukankah obat itu bisa menjadi racun jika tidak tepat ataupun keliru dalam penggunaannya.

Terkadang kami terkesan lambat (walaupun kami tidak ingin lambat) dalam mengerjakan pekerjaan ini, dan akhirnya tidak jarang kami harus berhadapan dengan pasien yang “marah”. Cara marahnya pun berbeda-beda. Dari yang skala satu sampai skala sepuluh saya pernah alami. Marah tingkat dewa istilahnya heheh.

-   -  Pernah suatu ketika ada yang membatalkan resep yang sudah diberikan  lalu    meminta resepnya kembali karena sudah menunggu lama namun belum selesai tanpa mau tau dengan kondisinya. Kami coba jelaskan saat itu kami harus melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep. Kami harus bertanya ulang agar tidak ada keraguan namun pasiennya sudah naik pitam dulu. Ya sudahlah ini kami jadikan pengalaman. Kami memperbaiki komunikasi kedepannya, agar pasien lebih jelas dan mengerti mengapa resepnya menjadi lebih lama.

-  - Ada pasien yang marah karena sudah lama sekali menunggu, berjam-jam katanya. Kami coba cek jam berapa resep ini kita terima. Ternyata belum lama, setelah kami coba jelaskan bahwa mungkin lamanya karena ditempat lain, sambil menunjukkan waktu resep masuk ke apotek, akhirnya marahnya tidak berlanjut. Alhamdlh

-    - Pasien yang minta buru-buru karena sudah ditunggu taxi, sudah mau berangkat kerja, sudah dijemput dsb. Lhaaaa…..gara-gara urusan taxi kami diburu-buru. Diminta mengerjakan secepatnya. Masyaallah.

-      - Ucapan yang kasar/ makian pernah juga kami alami. Saat itu pasien tidak mau jika obatnya diganti dengan generik tanpa brand. Perusahaan penjaminnya memang mensyaratkan itu. Seharusnya pasien tsb marah kepada perusahaan penjaminnya, tapi ternyata malah memarahi kami dan menuduh bahwa kami yang berinisiatif melakukan ini semua dengan maksud tertentu. Hmmm…rasanya ingin sekali ikut marah namun pasien ini hipertensi jadi yaaaaa sudahlah proses pemakluman kami anut.

-   - “Kamu didalam sedang mengerjakan apa??....teriak pasien ketika obatnya belum juga selesai. Oh pasienku bersabarlah sedikit. Begitu melihat wajahnya yang sudah penuh emosi, kami bagaikan kerupuk terkena air, langsung ciut. Tidak berani menjelaskan apa-apa selain maaf.

-    - Tantangan lain bagi kami saat pasien yang datang adalah mantan “orang besar”. Karena pelayanan kami yang tidak memuaskan, ancaman pun datang.  seperti akan dilaporkan kepada seseorang yang dianggap sebagai “orang hebat”, atau orang besar yang merupakan koleganya, teman main golfnya, teman main caturnya dan sebagainya. 


Oh pasienku yang baik hatinya…,
Bagaimana mungkin kami sengaja melambatkan pekerjaan kami, padahal kami sangat paham pasien-pasien yang baik hati ini sedang membutuhkan obat tersebut. Bagaimana mungkin kami melambatkan tugas ini karena kamipun ingin cepat selesai dan beristirahat. Ingin segera makan siang atau makan malam, atau ingin segera menunaikan sholat yang sudah hampir habis waktunya.

Pasienku yang baik hatinya…,
Banyak hal yang kami kerjakan untuk menangani satu resep saja. Kami tidak hanya membaca namun juga melakukan analisa, kami mengartikan setiap baris dari yang dokter tulis. Seperti dosis yang diberikan apakah sudah sesuai, apakah aturan pemakaiannya sudah benar, apakah jumlahnya tepat, apalagi jika ternyata dokter meminta kami mengubah bentuk sediannya, dari tablet menjadi puyer, menggerusnya perlahan,  dari 5 jenis obat harus dihancurkan, dihaluskan dan dimasukan dalam satu kapsul, atau saat harus membuat salap campuran, dari salep dalam tube mesti dikeluarkan lalu ditambahkan bahan tertentu sehingga harus dihitung kembali bahan yang akan ditambahkan. 

Oyaa jangan pernah bayangkan kami menimbang dalam jumlah banyak, tidak dalam puluhan gram apalagi kilogram. Obat-obatan yang digunakan ditimbang dalam jumlah yang kecil, hati-hati dalam menimbang itu sudah pasti. Keterlambatan juga bisa terjadi saat kami harus menghubungi dokter penulis resep karena ada yang tidak jelas, mengganti suatu obat karena ketersediaan obat tersebut diapotek, bahkan untuk obat-obat tertentu kami mengecek keaslian dari tulisan dokternya. Kami pernah  beberapa kali menerima resep yang dipalsukan  ternyata obat tersebut sedang marak disalahgunakan. Selalu ada cara bagi mereka untuk mendapatkan obat jenis tersebut.

Hanya itu??........tidak juga. Untuk resep yang dibayar langsung maka diawal kami harus menghitungnya, untuk resep yang tidak membayar langsung, seperti pasien yang masuk dalam jaminan pemerintah, jaminan asuransi, jaminan perusahaan akan membutuhkan waktu lagi saat dikerjakan terutama berhubungan dengan syarat administrasinya, seperti diagnosanya, kemudian dicek kembali apakah pihak penjamin akan menanggung semua obat yang ditulis oleh dokter dan sebagainya. 
Jadi kami tidak hanya sekedar mengambil obat dari kotak-kotak tersebut lalu membungkusnya dan memberikan label 2xsehari, 3xsehari kemudian selesai. Ada banyak tahapan hingga akhirnya obat dapat diterima dengan baik oleh pasien. Kami berusaha untuk tidak melakukan kesalahan. Meskipun dalam perjalanannya kami pernah melakukan kesalahan tersebut (nanti kita berkisah yaaa tentang ini)

Selain hal tersebut, waktu kedatangan juga mempengaruhi pekerjaan kami. Maksudnya?? Jika pasien datang saat jam puncak pelayanan, ya otomatis akan banyak resep yang dilayani. Keterlambatan kami dalam mengerjakan dipengaruhi hal ini. Pernah datang ke apotek pagi hari? Saat kondisi belum ramai dengan antrian. Berapa lama resep biasanya selesai? Insyaallah akan lebih cepat dibandingkan saat datang di jam puncak pelayanan misalnya jam 11 siang atau jam 8 malam.

Kami menyadari terkadang pasien menjadi “marah” karena kami tidak memberikan informasi keterlambatan pekerjaan kami. Misalnya kami tidak mengatakan dari awal bahwa resep yang kami terima sangat banyak, jadi mohon lebih sabar atau kami tidak menginformasikan bahwa obat yang akan disiapkan merupakan obat yang harus dicampur, dihaluskan dsb. Namun jika informasi tersebut sudah kami sampaikan dan pasien tetap “marah”#disitu kami merasa sedih.

Cobalah tengok bagaimana petugas farmasis bekerja di puskesmas, diapotek, diklinik, di rumah sakit daerah yang pasiennya melimpah ruah.  Jumlah kami terbatas, makan siang sering menjadi makan menjelang sore, waktu sholat bergeser hingga hampir diujung waktu, jam istirahat bagi kami adalah jam dimana pekerjaan telah selesai. Walaupun begitu, kami tetap mencintai profesi ini. Kami dengan ikhlas telah memilih profesi ini sebagai cara agar kami bermanfaat untuk orang lain. Menolong orang lain yang membutuhkan obat dan informasi seputar obat. Menjadi ujung tombak pelayanan walaupun terkadang nasibnya seperti diujung tanduk.

Semoga tulisan singkat ini bisa menjadikan kami lebih sabar, dijauhkan dari kesalahan, menjadikan masyarakat awam lebih memahami apa yang kami kerjakan dibalik layar, dan jika memang harus marah, maka marahlah pada tempatnya hehehe. Sampai bertemu dengan kisah kami lainnya, kisah seputar dunia farmasi. Ada tawa ada airmata tapi kami mencintai ini semua.




3 komentar:

  1. Paling bahagia kalo begini "kalo diambil ntar malem bisa ga?" **bisa bangeettt...

    BalasHapus
  2. hahaha...betul..betul..betul....syahdu ditelinga

    BalasHapus
  3. Haha....betuuul...betulll..betuklll....sahdu bgt ditelinga...

    BalasHapus